Selasa, 02 Agustus 2016

Peraturan Dirjen Bimas Islam Tentang Speaker Masjid

Dirjen Pembinaan Masyarakat Islam Kementerian Agama sudah mengeluarkan aturan untuk
 penggunaan speaker, toa atau pengeras suara sejak tahun 1978. 
Dalam aturan tersebut, Dirjen Bimas Islam Kemenag meminta agar penggunaan
pengeras suara tidak dilakukan secara sembarangan. Jangan sampai penggunaan 
pengeras suara asal-asalan malah membuat bising.
1. Perawatan penggunaan pengeras suara yang oleh orang-orang yang terampil
 dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada 
suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau anggapan tidak 
teraturnya suatu masjid, langgar, atau musala
2. Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca 
Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak tidak 
cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan 
orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada 
menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.
3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu
meninggikan suara doa, dzikir, dan salat. Karena pelanggaran itu bukan 
menimbulkan simpati melainkan keheranan umat beragama sendiri 
tidak menaati ajaran agamanya.
4. Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam 
keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, 
sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian
 (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya.
Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih 
terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain 
berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya.
5. Dari tuntunan Nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus 
ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah
 tidak diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin
 tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu.
Tiap waktu salatpun telah diatur secara tersendiri termasuk berapa lama 
boleh menyalurkan suara melalui pengeras.
Untuk waktu Subuh, dibatasi 15 menit sebelumnya bisa menggunakan pengeras
suara untuk pembacaan ayat Alquran dan Adzan Subuh saja. 
Sedangkan sholat subuh, kuliah subuh dan lainnya menggunakan 
pengeras suara dalam.
Waktu Dhuhur maupun Salat Jumat diijinkan menggunakan Toa 5 menit 
jelang Dzuhur atau 15 menit jelang salat Jumat yang diisi dengan bacaan 
Al Quran maupun adzan. Sementara bacaan sholat dan khutbahnya tetap 
menggunakan suara ke dalam.
Untuk salat Ashar, Maghrib dan Isya sama-sama dibatasi 5 menit sebelum 
masuk waktu untuk membaca Al Quran maupun Adzan. Sedang 
sesudahnya menggunakan pengeras suara di dalam.
Aturan lainnya adalah penggunaan pengeras untuk Takbiran, Tarhim 
serta Ramadhan. Takbir bisa menggunakan pengeras suara keluar. 
Untuk Tarkhim doa dengan pengeras suara ke dalam dan Tarkhim dzikir 
tak menggunakan pengeras suara.
Pembacaan tadarus (baca Al Quran) baik siang ataupun malam tetap 
menggunakan suara di dalam masjid. Untuk pengajian hari besar Islam,
 tidak menggunakan pengeras suara keluar kecuali pengunjung meluber keluar.


Hal ini dituangkan dalam Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara 
di Masjid, Langgar dan Mushalla.