Budayakan 5 Nilai Budaya Kerja Kementerian Agama Integritas Profesionalitas Inovasi Tanggung Jawab dan Keteladanan
Selasa, 28 Februari 2023
Sabtu, 25 Februari 2023
Jumat, 17 Februari 2023
Khutbah Jum’at : “Isra' Mi'raj adalah Peristiwa Nyata, Faktual & Rasional”
Khutbah Jum’at
“Isra' Mi'raj adalah Peristiwa Nyata, Faktual & Rasional”
Di Manarul Ilmi
Islamic Center Padang Panjang
17 Februari 2023 M/ 26 Rajab 1444 H
Oleh: Wahyu Salim, S.Ag
Penyuluh Agama Islam Kota Padang
Panjang
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا
للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ؛
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ، حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِيْ
كِتَابِهِ الْعَزِيْزِ:
يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا
وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ
اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ
اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ
وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ
حَسَنٍ.
فَإِنَّ أَصْدَقَ
الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ
بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٍ.
Ma’asysyiral
Muslimin Sidang Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Al-Qur'an surah
Al-Isrā' ayat 1
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ
مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Maha Suci (Allah)
yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari
Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.
Allah swt menyatakan
kemahasucian-Nya dengan firman “subḥāna”, agar manusia mengakui
kesucian-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak dan meyakini sifat-sifat
keagungan-Nya yang tiada tara. Ungkapan itu juga sebagai pernyataan tentang
sifat kebesaran-Nya yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam,
dengan perjalanan yang sangat cepat.
Allah swt memulai
firman-Nya dengan subḥāna dalam ayat ini, dan di beberapa ayat yang
lain, sebagai pertanda bahwa ayat itu mengandung peristiwa luar biasa yang
hanya dapat terlaksana karena iradah dan kekuasaan-Nya. 7 Surat yang diawali
dengan tasbih; Empat bentuk yang dimaksud adalah subhana (masdar)
pada surat al-Isra', bentuk sabbaha (fi'l madhi) pada surat al-Hadid, al-Hasyr dan
al-Saff, bentuk yusabbihu (fi'l mudhari') pada surat
al-Jumu'ah dan al-Taghabun, serta bentuk sabbih (fi'l al-amr) pada surat al-A'la.
Dari kata asrā’
dapat dipahami bahwa Isrā’ Nabi Muhammad saw terjadi di waktu malam hari,
karena kata asrā dalam bahasa Arab berarti perjalanan di malam hari.
Penyebutan lailan, dengan bentuk isim nakirah, yang berarti “malam
hari”, adalah untuk menggambarkan bahwa kejadian Isrā’ itu mengambil waktu
malam yang singkat dan juga untuk menguatkan pengertian bahwa peristiwa Isrā’
itu memang benar-benar terjadi di malam hari. Allah swt meng-isrā’-kan
hamba-Nya di malam hari, karena waktu itulah yang paling utama bagi para hamba
untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan waktu yang paling baik untuk beribadah
kepada-Nya.
Perkataan ‘abdihi
(hamba-Nya) dalam ayat ini maksudnya ialah Nabi Muhammad saw yang telah
terpilih sebagai nabi yang terakhir. Beliau telah mendapat perintah untuk
melakukan perjalanan malam, sebagai penghormat-an kepadanya.
Isrā’ Nabi Muhammad saw dimulai dari Masjidil Haram, yaitu masjid yang terkenal karena
Ka’bah (Baitullah) terletak di dalamnya, menuju Masjidil Aqsa yang berada di
Baitul Maqdis. Masjid itu disebut Masjidil Aqsa yang berarti “terjauh”, karena
letaknya jauh dari kota Mekah.
Selanjutnya Allah swt menjelaskan bahwa Masjidil Aqsa dan
daerah-daerah sekitarnya mendapat berkah Allah karena menjadi tempat turun
wahyu kepada para nabi. Tanahnya
disuburkan, sehingga menjadi daerah yang makmur. Di samping itu, masjid
tersebut termasuk di antara masjid yang menjadi tempat peribadatan para nabi
dan tempat tinggal mereka.
Sesudah itu, Allah
menyebutkan alasan mengapa Nabi Muhammad saw diperjalankan pada malam hari,
yaitu untuk memperlihatkan kepada Nabi tanda-tanda kebesaran-Nya. Tanda-tanda
itu disaksikan oleh Muhammad saw dalam perjalanannya dari Masjidilharam ke
Masjidil Aqsa, berupa pengalaman-pengalaman yang berharga, ketabahan hati dalam
menghadapi berbagai macam cobaan, dan betapa luasnya jagat raya serta alangkah
Agungnya Allah Maha Pencipta. Pengalaman-pengalaman baru yang disaksikan Nabi
Muhammad sangat berguna untuk memantapkan hati beliau menghadapi berbagai macam
rintangan dari kaumnya, dan meyakini kebenaran wahyu Allah, baik yang telah
diterima maupun yang akan diterimanya.
Di akhir ayat ini,
Allah swt menjelaskan bahwa Dia Maha Mendengar bisikan batin para hamba-Nya dan
Maha Melihat semua perbuatan mereka. Tak ada detak jantung, ataupun gerakan
tubuh dari seluruh makhluk yang ada di antara langit dan bumi ini yang lepas
dari pengamatan-Nya.
Ayat ini menyebutkan
terjadinya peristiwa Isrā’, yaitu perjalanan Nabi Muhammad saw dari
Masjidilharam ke Masjidil Aqsa di waktu malam. Sedangkan peristiwa Mi’raj,
yaitu naiknya Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha (Mustawa)
tidak diisyaratkan oleh ayat ini, tetapi diisyaratkan dalam Surah an-Najm.
Hampir seluruh ahli
tafsir berpendapat bahwa peristiwa Isrā’ terjadi setelah Nabi Muhammad diutus
menjadi rasul. Peristiwanya terjadi satu tahun sebelum hijrah. Demikian menurut
Imam az-Zuhrī, Ibnu Sa’ad, dan lain-lainnya. Imam Nawawi pun memastikan
demikian. Bahkan menurut Ibnu Ḥazm, peristiwa Isrā’ itu terjadi di bulan Rajab
tahun kedua belas setelah pengangkatan Muhammad menjadi nabi. Sedangkan al-Ḥāfiẓ
‘Abdul Gani al-Maqdisī memilih pendapat yang mengatakan bahwa Isrā’ dan Mi’raj
tersebut terjadi pada 27 Rajab, dengan alasan pada waktu itulah masyarakat
melaksanakannya.
Adapun hadis-hadis
yang menjelaskan terjadinya Isrā’ itu sebagai berikut:
Pertama:
قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ: لَيْلَةَ اُسْرِيَ بِرَسُوْلِ اللّٰهِ
صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَسْجِدِ الْكَعْبَةِ أَنَّهُ جَاءَهَ
ثَلَاثَةُ نَفَرٍ قَبْلَ أَنْ يُوْحَى إِلَيْهِ وَهُوَ نَائِمٌ فِى الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ فَقَالَ أَوَّلُهُمْ: أَيُّهُمْ هُوَ؟ فَقَالَ أَوْسَطُهُمْ: هُوَ
خَيْرُهُمْ. فَقَالَ آخِرُهُمْ: خُذُوْا خَيْرَهُمْ، فَكَانَتْ تِلْكَ اللَّيْلَةَ
فَلَمْ يَرَهُمْ حَتَّى أَتَوْهُ لَيْلَةً أُخْرَى فِيْمَا يَرَى قَلْبُهُ
وَتَنَامُ عَيْنُهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ وَكَذٰلِكَ اْلأَنْبِيَاءُ تَنَامُ
أَعْيُنُهُمْ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُمْ- فَلَمْ يُكَلِّمُوْهُ حَتَّى احْتَمَلُوْا
فَوَضَعُوْهُ عِنْدَ بِئْرِ زَمْزَمَ فَتَوَلَاهُ مِنْهُمْ جِبْرِيْلُ فَشَقَّ
جِبْرِيْلُ مَا بَيْنَ نَحْرِهِ إِلَى لِبَّتِهِ حَتَّى فَرَغَ مِنْ صَدْرِهِ
وَجَوْفِهِ فَغَسَلَهُ مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ بِيَدِهِ حَتَّى أَنْقَى جَوْفَهُ
ثُمَّ أَتَى بِطَشْتٍ مِنْ ذَهَبٍ فِيْهِ نُوْرٌ مِنْ ذَهَبٍ مَحْشُوٍّ إِيْمَانًا
وَحِكْمَةً فَحَشَابِهِ صَدْرَهُ وَلَغَادِيْدَهُ يَعْنِى عُرُوْقَ حَلْقِهِ ثُمَّ
اَطْبَقَهُ. (رواه البخاري)
Anas bin Malik
menuturkan bahwa pada malam diperjalankannya Rasulullah saw dari Masjidilharam,
datanglah kepadanya tiga orang pada saat sebelum turunnya wahyu, sedangkan
Rasul pada waktu itu sedang tidur di Masjidilharam. Kemudian berkatalah orang
yang pertama, “Siapakah dia ini?” Kemudian orang kedua menjawab, “Dia adalah
orang yang terbaik di antara mereka (kaumnya).” Setelah itu berkatalah orang
ketiga, “Ambillah orang yang terbaik itu.” Pada malam itu Nabi tidak mengetahui
siapa mereka, sehingga mereka datang kepada Nabi di malam yang lain dalam
keadaan matanya tidur sedangkan hatinya tidak tidur. Demikianlah para nabi, meskipun
mata mereka terpejam, namun hati mereka tidaklah tidur. Sesudah itu rombongan
tadi tidak berbicara sedikit pun kepada Nabi hingga mereka membawa Nabi dan
meletakkannya di sekitar sumur Zamzam. Di antara mereka ada Jibril yang
menguasai diri Nabi, lalu Jibril membelah bagian tubuh, antara leher sampai ke
hatinya, sehingga kosonglah dadanya. Sesudah itu Jibril mencuci hati Nabi
dengan air Zamzam dengan menggunakan tangannya, sehingga bersihlah hati beliau.
Kemudian Jibril membawa bejana dari emas yang berisi iman dan hikmah. Kemudian
dituangkanlah isi bejana itu memenuhi dada beliau dan urat-urat tenggorokannya
lalu ditutupnya kembali. (Riwayat al-Bukhārī)
Kedua:
اِذْ أَتَانِي آتٍ فَقَدَّ فَاسْتَخْرَجَ قَلْبِي، ثُمَّ أُتِيْتُ
بِطَشْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مَمْلُوْءَةٍ إِيْمَانًا، فَغَسَلَ قَلْبِي ثُمَّ حُشِيَ
(أُعِيْدَ) (رواه البخاري عن صعصعة)
Bahwa Nabi saw
bersabda, “Tiba-tiba datang kepadaku seseorang (Jibril). Kemudian ia membedah
dan mengeluarkan hatiku. Setelah itu dibawalah kepadaku bejana yang terbuat dari
emas yang penuh dengan iman, lalu ia mencuci hatiku. Setelah itu menuangkan isi
bejana itu kepadaku. Kemudian hatiku dikembalikannya seperti sediakala”.
(Riwayat al-Bukhārī dari Sa’ṣa’ah)
Ketiga:
أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
أُتِيْتُ بِالْبُرَاقِ وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُوْنَ
الْبِغَالِ يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ فَرَكِبْتُهُ فَسَارَ بِي
حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ فَرَبَطْتُ الدَّابَّةَ بِالْحَلْقَةِ الَّتِى
يَرْبِطُ فِيْهَا الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ دَخَلْتُ فَصَلَّيْتُ فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ
ثُمَّ خَرَجْتُ فَأَتَانِى جِبْرِيْلُ بِإِنَاءٍ مِنْ خَمْرٍ وَإِنَاءٍ مِنْ
لَبَنٍ فَاخْتَرْتُ اللَّبَنَ فَقَالَ جِبْرِيْلُ أَصَبْتَ الْفِطْرَةَ. (رواه
أحمد عن أنس بن ملك)
Bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu binatang putih lebih besar dari
himār, dan lebih kecil dari bigāl. Ia melangkahkan kakinya sejauh pandangan
mata. Kemudian saya mengendarainya, lalu ia membawaku sehingga sampai ke Baitul
Makdis. Kemudian saya mengikatnya pada tempat para nabi mengikatkan
kendaraannya. Kemudian saya salat dua rakaat di dalamnya, lalu saya keluar.
Kemudian Jibril membawa kepadaku sebuah bejana yang berisi minuman keras
(khamar) dan sebuah lagi berisi susu; lalu saya pilih yang berisi susu, lantas
Jibril berkata, “Engkau telah memilih fitrah sebagai pilihan yang benar.”
(Riwayat Aḥmad dari Anas bin Mālik)
Dari hadis-hadis
tersebut, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad diperjalankan pada malam hari
dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa atas izin Allah di bawah bimbingan malaikat
Jibril. Sebelum Nabi Muhammad saw diperjalankan pada malam itu, hatinya diisi
iman dan hikmah, agar beliau tahan menghadapi segala macam cobaan dan tabah
dalam melaksanakan perintah-Nya. Perjalanan itu dilakukan dengan mengendarai
Buraq yang mempunyai kecepatan luar biasa sehingga Isrā’ dan Mi’raj hanya
memerlu-kan waktu kurang dari satu malam.
Dalam ayat ini tidak
dijelaskan secara terperinci, apakah Nabi saw Isrā’ dengan roh dan jasadnya,
ataukah rohnya saja. Itulah sebabnya para mufasir berbeda pendapat mengenai hal
tersebut. Mayoritas mereka berpendapat bahwa Isrā’ dilakukan dengan roh dan
jasad dalam keadaan sadar, bukan dalam keadaan tidur. Mereka itu mengajukan
beberapa alasan untuk menguatkan pendapatnya di antaranya:
a. Kata subḥāna menunjukkan adanya peristiwa
yang hebat. Jika Nabi di-isrā’-kan dalam keadaan tidur, tidak perlu diungkapkan
dengan meng-gunakan ayat yang didahului dengan tasbih.
b. Andaikata Isrā’ itu dilakukan dalam keadaan
tidur, tentulah orang Quraisy tidak dengan serta merta mendustakannya.
Banyaknya orang muslim yang murtad kembali karena peristiwa Isrā’ menunjukkan
bahwa peristiwa itu bukanlah hal yang biasa. Kata-kata Ummu Hani’ yang melarang
Nabi menceritakan kepada siapapun pengalaman-pengalaman yang dialami ketika
Isrā’ agar mereka tidak menganggap Nabi saw berdusta, juga menguatkan bahwa
Isrā’ itu dilakukan Nabi dengan roh dan jasadnya. Peristiwa ini yang
menyebabkan Abu Bakar diberi gelar as-Ṣiddīq karena dia membenarkan Nabi, dengan
cepat dan tanpa ragu, ber-Isrā’ dengan roh dan jasadnya, sedangkan orang-orang
lain berat menerimanya.
c. Firman Allah yang menggunakan bi’abdihi
menunjukkan bahwa Nabi Isrā’ dengan roh dan jasad karena kata seorang hamba
mengacu pada kesatuan jasad dan roh.
Perkataan Ibnu
‘Abbās bahwa orang-orang Arab menggunakan kata ru’ya dalam arti penglihatan
mata, maka kata ru’ya yang tersebut dalam firman Allah berikut ini mesti
dipahami sebagai penglihatan dengan mata.
وَمَا جَعَلْنَا الرُّءْيَا الَّتِيْٓ اَرَيْنٰكَ اِلَّا فِتْنَةً
لِّلنَّاسِ
Dan Kami tidak
menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian
bagi manusia. (al-Isrā’/17: 60)
e. Yang diperlihatkan kepada Nabi waktu Isrā’
dan Mi’rāj adalah penglihatan mata yang mungkin terjadi karena kecepatan yang
serupa telah dibuktikan oleh manusia dengan teknologi modern.
Beberapa mufassir
yang lain berpendapat bahwa Isrā’ dilakukan Nabi dengan rohnya saja. Mereka ini
menguatkan pendapatnya dengan perkataan Mu’awiyah bin Abi Sufyan ketika ditanya
tentang Isrā’ Nabi Muhammad saw, beliau menjawab:
كَانَ رُؤْيَا مِنَ اللّٰهِ صَادِقَةً...
Isrā’ Nabi itu
adalah mimpi yang benar yang datangnya dari Allah.
Pendapat yang mengatakan bahwa Isrā’ hanya dilakukan
dengan roh saja lemah, karena sanad hadis yang dijadikan hujjah atau pegangan
tidak jelas.
Dari uraian di atas, terbuktilah bahwa Isra' Mi'raj
adalah Peristiwa Hebat, Nyata, Faktual & Rasional yang wajib kita imani tanpa ada keraguan
sedikitpun.
بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ
مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا
وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا
بَعْدُ؛
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ
وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ، حَيْثُ
قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْعَزِيْزِ:
يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا
وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ
اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ
اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
قَالَ الله تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكريم:
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، يَا مُجِيْبَ
الدَّعَوَاتِ.
اَللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ
فَرَّجْتَهُ وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ وَلاَ حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ
الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ
قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.