BINLUH, Jum'at, 3/12
EDISI LITERASI
"LAPAU DULU LAPAU SEKARANG"
(Menjemput Tradisi Kearifan Lokal yang Sudah Mulai Hilang)
"Lapau" atau warung atau sebut juga kadai bagi masyarakat minang tempo dulu adalah pusat informasi sekaligus tempat "bacarito" berdiskusi berbagai hal tentang persoalan kemasyarakatan, keumatan & kebangsaan.
Sehabis sholat shubuh berjamaah di Masjid, Mushalla atau surau, mereka langsung pergi ke lapau, pesan segelas kopi atau teh manis sambil menyantap sepiring katupek atau sarabi. Mereka saling menyapa dan berbagi informasi & berita membahas berbagai persoalan sambil mencari solusi pemecahannya. Telinga mereka juga berbagi pendengaran dari berita yang disiarkan melalui radio sambil terus melanjutkan carito lapau mereka. Tua muda alim ulama, niniek mamak, cadiak pandai berkumpul di sana, hal ini rutin mereka lakukan sambil menunggu matahari mulai menampakkan sinarnya sebagai pertanda mereka harus memulai aktifitas di sawah atau parak.
Masalah ekonomi, berapa harga sayur hasil parak, harga pupuk menjadi bahan carito lapau. Tidak itu saja, bahkan carito lapau juga membahas dinamika & realitas yang terjadi di kampuang atau nagari seperti agenda gotong royong, berita kematian, pendidikan, meluruskan kesimpangsiuran (hoaxs) dll, termasuklah masalah kebangsaan perkembangan politik tanah air & luar negeri.
Maka wajar jika masyarakat minang cerdas dan memahami dengan baik berbagai isu, materi & persoalan. Sekalipun mungkin saat itu mayoritas mereka adalah bekerja di sawah atau di parak & belum banyak berpendidikan tinggi di antara mereka.
Sejalan dengan perkembangan waktu, sedikit demi sedikit nilai2 kebaikan dari kearifan tradisi lapau ini mulai mengalami distorsi; kemerosotan bobot & manfaat.
Pertama, orang ke lapau tidak lagi setelah atau menjelang sholat berjamaah digelar di Masjid, Mushalla atau Surau lagi. Lapau rami (ramai) tapi masjid, mushalla, surau tetap saja sepi walau mungkin berada dekat atau disampingnya.
Kedua, bobot carito lapau tak lagi sebijak & secerdas dulu karena lapau atau warung saat ini sudah merubah daya tariknya dengan menyediakan tempat main domino, games atau kowa disamping TV yang berisi film2 atau siaran olah raga favorit sepakbola.
Ketiga, lapaupun sudah terkotak2, lapau bagi orang tua lansia dan lapau anak2 muda sehingga jembatan penghubung komunikasi antara kaum/tokoh tua dan muda sudah berkurang.
Ketiga, tidak dapat dipungkiri dampak teknologi informasi saat ini penggunaan android sebagi pusat informasi & sosial media ikut menggerus tradisi kearifan balapau sebagai pusat informasi & mencari solusi menjadi tempat semata2 untuk bagurau.
Demikian, sedikit literasi budaya yang bisa diungkapkan dari sekian banyak tinjauan aspek.
Tentu akan lebih dalam dikaji oleh para tokoh & ahli di bidangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar