Kamis, 03 April 2025

KHUTBAH JUM'AT: PASCA IDUL FITRI UJIAN SESUNGGUHNYA BARU SAJA DIMULAI

 KHUTBAH PERTAMA


إنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.

اللهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلًا نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنࣖ ۝٩٩ (اَلْحِجْرُ) 


Alhamdulillâhi Rabbil ‘Âlamin, Segala puji bagi Allah, yang telah memberikan kita kesempatan untuk menunaikan ibadah Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan. Shalawat serta salam kita haturkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wasallam, keluarga, sahabat, serta seluruh umatnya yang senantiasa mengikuti petunjuknya hingga hari kiamat.


Bertakwalah kepada Allah, sebagaimana kita taat kepada-Nya saat menjalani ibadah shaum Ramadhan. Takut melanggar larangan-Nya meski kita sendirian dan tak ada yang melihatnya. Bertakwalah kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ dengan sebenar-benarnya takwa sebagaimana firman-Nya:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ


“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Âli Imrân [3]: 102)


Idul Fitri selalu menjadi momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan, hari kemenangan ini dirayakan dengan sukacita, silaturahmi, dan kebersamaan. Namun, di balik kebahagiaan Idul Fitri, terdapat sebuah perenungan mendalam yang seharusnya menjadi perhatian kita: apakah kita mampu mempertahankan nilai-nilai kebaikan yang telah kita bangun selama Ramadan?

Ramadan: Madrasah Kehidupan

Ramadan sering disebut sebagai "madrasah" atau sekolah kehidupan. Selama sebulan penuh, kita dilatih untuk menahan diri, menumbuhkan kesabaran, meningkatkan ketakwaan, dan memperbanyak ibadah. Kita belajar bagaimana menghadapi godaan, mengendalikan hawa nafsu, serta mempererat hubungan dengan Allah dan sesama manusia. Namun, ujian sesungguhnya bukanlah ketika kita berpuasa, melainkan setelah Ramadan berlalu. Apakah kita tetap menjaga ibadah kita? Apakah kita masih ringan tangan dalam bersedekah? Apakah kita masih menjaga lisan dari perkataan yang tidak baik?

Idul Fitri: Bukan Akhir, tapi Awal

Sering kali, banyak di antara kita yang tanpa sadar menganggap Idul Fitri sebagai garis akhir dari perjuangan spiritual di bulan Ramadan. Padahal, Idul Fitri seharusnya menjadi titik awal untuk menerapkan segala nilai yang telah kita pelajari selama sebulan penuh. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang dilakukan secara konsisten, meskipun sedikit." (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, tantangan terbesar bagi setiap Muslim setelah Idul Fitri adalah mempertahankan kebiasaan baik yang telah dibangun selama Ramadan. Puasa sunah, shalat malam, tilawah Al-Qur’an, serta kepedulian sosial yang kita lakukan selama Ramadan tidak seharusnya berhenti hanya karena bulan suci telah berakhir.

Ujian Sesungguhnya Baru Dimulai

Setelah Ramadan, kita akan kembali dihadapkan pada rutinitas duniawi yang sering kali melalaikan kita dari ibadah dan nilai-nilai kebaikan. Godaan untuk kembali kepada kebiasaan lama, seperti lalai dalam shalat, menunda-nunda kebaikan, atau kurang peduli terhadap sesama, menjadi tantangan nyata yang harus kita hadapi.

Ujian terbesar setelah Idul Fitri adalah bagaimana kita bisa tetap istiqamah dalam menjalankan ketaatan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

"Maka tetaplah istiqamah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas." (QS. Hud: 112)

Menjaga konsistensi dalam kebaikan bukanlah perkara mudah, tetapi bukan pula sesuatu yang mustahil. Kita dapat memulainya dengan langkah-langkah kecil, seperti tetap menjaga shalat lima waktu tepat waktu, memperbanyak dzikir, serta melanjutkan kebiasaan berbagi kepada sesama.

Kesimpulan

Idul Fitri bukanlah akhir dari perjalanan spiritual kita, melainkan awal dari ujian sesungguhnya: apakah kita mampu mempertahankan nilai-nilai Ramadan dalam kehidupan sehari-hari? Kemenangan sejati bukan hanya merayakan Idul Fitri dengan suka cita, tetapi juga dengan menjaga kesucian hati, memperbaiki diri, dan tetap istiqamah dalam kebaikan. Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu mempertahankan amalan baik kita setelah Ramadan, sehingga Idul Fitri benar-benar menjadi hari kemenangan yang hakiki.

Taqabbalallahu minna wa minkum, mohon maaf lahir dan batin.

Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan memberikan kita keistiqamahan dalam kebaikan. Aamiin. []


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


KHUTBAH KEDUA


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءَ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


UWaS

Janji Setia



 Sejak ijab kabul diucapkan,

Hari-hari diabaikan sudah mulai ku alami...

Sampai detik ini...

Aku tak akan lupa...

Dan esok, akan aku pertanyakan di hadapan-Nya......


Senantiasa kusampaikan kepada Tuhanku..

Begitu besarkah dosaku..

Sehingga harus dihapuskan dengan cara menjalani kehidupan dengan kesedihan karena diabaikan, sejak aku kecil, sehingga dinikahi oleh seseorang yang kupikir akan menyayangiku, dan menjagaku sebagai amanah dari-Mu., tapi ternyata membiarkanku dengan kesepian hidupku?


Sampai saat ini masih kupanjatkan do'a pada Tuhanku..

Sebelum aku mati, izinkanlah aku bisa hidup dengan orang yang benar-benar menyayangiku, bukan hanya ucapan sebatas lisan, dan hanya agar terlihat baik bagi orang lain...

Izinkan aku bertemu dengan orang yang benar-benar menjadi belahan jiwaku, yang menjadikan diriku, prioritas baginya, yang menjadikan kebahagiaanku adalah kebahagiaan bagi hidupnya.......

Pertemukan aku dengan orang yang senang dan bahagia mempesamai detik-detik kehidupan bersamaku, walaupun hanya berbincang-bincang ringan di dapur, bersenda gurau di kebun,  menikmati kebersamaan dalam membesarkan anak-anak..


Jauhkan aku dari orang yang hanya mendekatiku ketika ada kebutuhan hidupnya yang aku harus mengerjakannya..

Jauhkan aku dari orang yang mendekatiku hanya untuk menyalurkan hasrat seksualnya......

Jauhkan aku dari orang yang selalu merasa sudah melakukan yang terbaik dan maksimal dalam hidupnya untukku...

Dan tak mau berbuat yang lebih lagi.....

Rabu, 02 April 2025

Refleksi Diri Idul Fitri 1446 H: Ujian Sesungguhnya Baru Dimulai

 



Refleksi Diri Idul Fitri 1446 H: Ujian Sesungguhnya Baru Dimulai

Idul Fitri telah tiba, menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Selama sebulan penuh, kita telah berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kualitas ibadah—menjaga shalat berjamaah, memperbanyak tilawah Al-Qur'an, menegakkan shalat malam, serta giat berdakwah. Namun, setelah gema takbir berkumandang dan kebahagiaan Idul Fitri dirayakan, ujian yang sesungguhnya baru saja dimulai: ujian istiqamah.

Betapa sering kita merasakan bahwa semangat ibadah yang begitu kuat selama Ramadhan mulai menurun satu per satu. Shalat berjamaah yang dulunya terasa ringan, kini mulai tergantikan dengan kesibukan berlebaran dan bersilaturahim. Tilawah Al-Qur’an yang setiap hari menemani waktu-waktu kita, mulai terabaikan. Shalat malam yang terasa nikmat selama Ramadhan, kini terasa berat dilakukan. Bahkan semangat berbagi, kajian ilmu dan dakwah pun perlahan mulai meredup, digantikan oleh euforia Idul Fitri dan aktivitas duniawi lainnya.

Namun, kita berharap bahwa semua kesibukan silaturahim yang kita jalani dalam perjalanan mudik berkilo-kilo & tradisi halal bi halal juga menjadi bagian dari amal yang diterima di sisi Allah SWT. Semoga setiap kunjungan, setiap jabat tangan, dan setiap senyum yang kita berikan kepada sesama menjadi ladang pahala yang membalas kekurangan kita dalam ibadah lainnya. Sebab silaturahim adalah ibadah yang juga memiliki keutamaan besar dalam Islam.

Kini, tantangan bagi kita adalah bagaimana mempertahankan semangat ibadah pasca-Ramadhan. Kita memohon kepada Allah SWT agar diberikan kekuatan untuk tetap taat, bersyukur, dan sabar dalam menghadapi godaan serta kesibukan dunia yang seringkali membuat kita lalai. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita agar tetap istiqamah dalam kebaikan, tidak hanya saat Ramadhan, tetapi sepanjang hidup kita. Karena sesungguhnya, perjuangan menuju ridha dan surga Allah SWT tidak berhenti di akhir Ramadhan, melainkan terus berlangsung hingga akhir hayat.

Taqabbalallahu minna wa minkum. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang terus berjuang di jalan Allah, menjaga keimanan dan keistiqamahan hingga akhir hayat. Aamiin.

UWaS

Selasa, 01 April 2025

FILOSOFI QUR'ANI DARI BOLA KAKI

 


Filosofi Qur'ani dari sepak bola dapat ditemukan dalam nilai-nilai yang terkandung dalam permainan ini, yang selaras dengan prinsip-prinsip Islam. Berikut adalah beberapa pelajaran Qur'ani yang bisa diambil dari sepak bola:

1. Kerja Sama dan Ukhuwah (Persaudaraan)

  • Sepak bola adalah permainan tim yang membutuhkan kerja sama dan koordinasi. Dalam Islam, ukhuwah (persaudaraan) sangat ditekankan.

  • Al-Qur'an berkata:
    "Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai..." (QS. Ali 'Imran: 103)

  • Seperti tim sepak bola yang harus bersatu untuk mencapai tujuan, umat Islam juga harus bersatu dalam kebaikan.

2. Strategi dan Perencanaan (Tadbir dan Ihsan)

  • Dalam sepak bola, setiap tim memiliki strategi untuk menang. Demikian pula dalam kehidupan, Islam mengajarkan perencanaan yang matang.

  • Al-Qur'an berkata:
    "Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok..." (QS. Al-Hasyr: 18)

  • Sebuah tim yang sukses adalah yang memiliki visi jangka panjang, sebagaimana Muslim diajarkan untuk selalu berpikir ke depan.

3. Kedisiplinan dan Konsistensi (Istiqamah)

  • Pemain harus disiplin dalam latihan dan mengikuti aturan permainan. Islam pun mengajarkan istiqamah (konsistensi) dalam ibadah dan kehidupan.

  • Al-Qur'an berkata:
    "Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu..." (QS. Hud: 112)

  • Kemenangan dalam sepak bola tidak datang dari satu pertandingan saja, melainkan dari konsistensi dalam latihan dan strategi.

4. Keadilan dan Sportivitas (Adil dan Amanah)

  • Wasit dalam sepak bola bertugas menegakkan aturan agar permainan berjalan adil. Dalam Islam, keadilan adalah prinsip utama.

  • Al-Qur'an berkata:
    "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan..." (QS. An-Nahl: 90)

  • Sportivitas dalam sepak bola mencerminkan nilai-nilai Islam dalam berinteraksi dengan sesama manusia.

5. Kesabaran dalam Menghadapi Kekalahan (Sabar dan Syukur)

  • Tidak setiap pertandingan bisa dimenangkan. Dalam Islam, sabar saat kalah dan syukur saat menang adalah prinsip utama kehidupan.

  • Al-Qur'an berkata:
    "Dan sungguh, Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155)

  • Pemain yang hebat bukan hanya yang menang, tetapi yang tetap rendah hati dan bersyukur dalam segala keadaan.

Kesimpulan

Sepak bola bukan sekadar permainan, tetapi juga mencerminkan filosofi Qur'ani tentang kerja sama, strategi, disiplin, keadilan, dan kesabaran. Jika dimainkan dengan niat yang baik, sepak bola bisa menjadi sarana untuk belajar dan menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan.

Bagaimana menurutmu? Apakah ada aspek lain dari sepak bola yang bisa dikaitkan dengan nilai Qur'ani?

UWaS

Jumat, 28 Maret 2025

Merawat Kemabruran Puasa

Merawat Kemabruran Puasa

Oleh: Wahyu Salim

Mukadimah
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberi kita kesempatan untuk menyempurnakan ibadah puasa. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah ﷺ, keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang istiqamah dalam kebaikan.

Hari ini, kita akan membahas tentang merawat kemabruran puasa. Setelah Ramadan berlalu, bagaimana kita menjaga agar ibadah puasa kita tidak sia-sia? Bagaimana memastikan bahwa efek spiritual dari puasa tetap bertahan dalam kehidupan kita?

1. Makna Kemabruran Puasa

Kemabruran berasal dari kata birr artinya barakah, keberkahan atau kebaikan yang terus mengalir. Dalam konteks puasa, kemabruran berarti puasa yang diterima oleh Allah dan memberikan dampak positif dalam kehidupan kita. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa yang berpuasa Ramadan dengan iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari & Muslim)

Namun, apakah setelah Ramadan kita tetap menjaga amal baik atau kembali kepada kebiasaan lama? Inilah yang menentukan apakah puasa kita benar-benar mabrur.

2. Tanda-Tanda Puasa yang Mabrur

Puasa yang mabrur bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga harus meninggalkan dampak yang nyata dalam kehidupan kita:

  • Menjadi pribadi yang lebih bertakwa
    “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

    Takwa adalah tujuan utama puasa. Setelah Ramadan, apakah kita semakin mendekat kepada Allah atau justru menjauh?

  • Kebiasaan baik tetap berlanjut
    Jika selama Ramadan kita rajin shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an, dan bersedekah, maka setelah Ramadan kita harus tetap istiqamah dalam amal-amal tersebut.

  • Menjaga lisan dan akhlak
    Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menjaga lisan dari kata-kata yang menyakiti dan menjaga hati dari sifat buruk.

3. Cara Merawat Kemabruran Puasa

Bagaimana agar kemabruran puasa tetap terjaga?

  1. Melanjutkan puasa sunnah
    Rasulullah ﷺ menganjurkan puasa sunnah seperti Puasa Syawal, Puasa Senin-Kamis, dan Puasa Ayyamul Bidh (13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah).

  2. Menjaga kualitas ibadah
    Jika selama Ramadan kita rajin shalat tahajud dan membaca Al-Qur’an, jangan tinggalkan kebiasaan ini setelah Ramadan.

  3. Meningkatkan amal sosial
    Ramadan melatih kita untuk lebih peduli terhadap sesama. Jangan sampai setelah Ramadan kita kembali acuh terhadap mereka yang membutuhkan.

  4. Berkumpul dengan orang-orang saleh
    Lingkungan sangat mempengaruhi kita. Dekatkan diri dengan orang-orang yang dapat mengingatkan kita kepada Allah.

  5. Berdoa kepada Allah agar istiqamah
    Rasulullah ﷺ sering berdoa:

    "Ya Muqallibal qulub, tsabbit qalbi 'ala dinik."
    “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu.”

Penutup

Mari kita jadikan Ramadan sebagai titik perubahan, bukan sekadar ritual tahunan. Jika kita mampu menjaga semangat ibadah setelah Ramadan, maka itulah tanda bahwa puasa kita benar-benar membawa keberkahan.

Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan memberikan kita kekuatan untuk tetap istiqamah. Aamiin.

Wallahu a’lam bishawab.

Kamis, 27 Maret 2025

CERAMAH AGAMA: ISTIQAMAH PASCA RAMADHAN


Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa bihi nasta’in, wa ‘ala umuurid dunya wa’d-din. Wash-shalatu wassalamu ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa ashabihi ajma’in. Amma ba’du.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, serta kesehatan sehingga kita dapat berkumpul dalam majelis yang penuh berkah ini. Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Pendahuluan

Ramadhan telah berlalu, bulan yang penuh berkah dan ampunan telah meninggalkan kita. Namun, semangat ibadah dan ketaatan yang telah kita bangun selama Ramadhan tidak boleh sirna begitu saja. Istiqamah atau konsistensi dalam ibadah setelah Ramadhan adalah bukti dari keberhasilan kita dalam menjalani bulan suci tersebut. Oleh karena itu, marilah kita membahas bagaimana cara menjaga istiqamah dalam ibadah pasca Ramadhan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah.

1. Menjaga Shalat Lima Waktu dengan Khusyuk

Allah berfirman:

"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar." (QS. Al-Ankabut: 45)

Shalat adalah ibadah yang tidak boleh kita tinggalkan. Jika selama Ramadhan kita menjaga shalat dengan lebih baik, maka setelah Ramadhan pun kita harus tetap menjadikannya prioritas utama.

2. Melanjutkan Puasa Sunnah

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian diikuti dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Muslim)

Puasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis dan puasa Ayyamul Bidh, adalah cara yang baik untuk melatih kesabaran dan menjaga kebiasaan ibadah yang telah kita bangun selama Ramadhan.

3. Konsisten dalam Membaca Al-Qur’an

Ramadhan dikenal sebagai bulan Al-Qur’an. Oleh karena itu, jangan sampai kebiasaan membaca dan mentadabburi Al-Qur’an berhenti setelah Ramadhan berlalu. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari)

4. Memperbanyak Dzikir dan Doa

Allah berfirman:

"Maka ingatlah Aku, niscaya Aku pun akan mengingat kalian." (QS. Al-Baqarah: 152)

Dzikir dan doa adalah amalan yang mendekatkan kita kepada Allah. Dengan memperbanyak dzikir, hati kita akan menjadi lebih tenang dan selalu dalam keadaan mengingat Allah.

5. Menjaga Hubungan Baik dengan Sesama

Islam mengajarkan kita untuk senantiasa berbuat baik kepada sesama, sebagaimana firman Allah:

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa." (QS. Al-Ma'idah: 2)

Bersedekah, membantu sesama, dan menjaga silaturahmi adalah bentuk ibadah yang harus terus kita lakukan setelah Ramadhan.

Penutup

Hadirin yang dirahmati Allah,

Istiqamah pasca Ramadhan adalah tantangan bagi setiap Muslim. Keberhasilan ibadah Ramadhan tidak hanya diukur dari seberapa banyak amalan yang kita lakukan di bulan tersebut, tetapi juga dari sejauh mana kita mampu mempertahankan dan meningkatkan ibadah tersebut setelahnya. Semoga Allah memberikan kita keistiqamahan dalam menjalankan ketaatan hingga akhir hayat.

Amin ya Rabbal ‘alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

UWaS

CERAMAH AGAMA: ADAB BERGAUL DALAM ISLAM SESUAI TUNTUNAN AL-QUR'AN DAN SUNNAH


Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa bihi nasta’in, wa ‘ala umuurid dunya wa’d-din. Wash-shalatu wassalamu ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa ashabihi ajma’in. Amma ba’du.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, serta kesehatan sehingga kita dapat berkumpul dalam majelis yang penuh berkah ini. Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa hidup sendiri. Kita memerlukan interaksi dan hubungan dengan sesama, baik dalam keluarga, lingkungan kerja, maupun masyarakat luas. Islam sebagai agama yang sempurna telah mengajarkan adab dalam bergaul agar hubungan sosial berjalan dengan harmonis, penuh kasih sayang, serta sesuai dengan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Adab bergaul dalam Islam bukan sekadar etika biasa, melainkan bagian dari ibadah yang memiliki konsekuensi dunia dan akhirat. Oleh karena itu, mari kita bahas beberapa adab bergaul menurut tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah.

1. Mengucapkan Salam dan Menyebarkan Kasih Sayang

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian melakukannya, kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)

Salam adalah doa keselamatan dan keberkahan. Ketika kita bertemu sesama Muslim, kita dianjurkan untuk mengucapkan salam sebagai bentuk penghormatan dan doa yang baik.

2. Bertutur Kata yang Baik dan Santun

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).’” (QS. Al-Isra’: 53)

Ucapan yang baik dapat menghindarkan kita dari permusuhan dan menumbuhkan rasa kasih sayang. Sebaliknya, perkataan yang kasar dan menyakitkan dapat merusak hubungan.

3. Menjaga Akhlak dalam Berinteraksi

Akhlak yang baik merupakan ciri utama seorang Muslim. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebagai seorang Muslim, kita harus menunjukkan akhlak yang mulia dalam setiap interaksi, seperti bersikap jujur, amanah, rendah hati, serta menghindari sikap sombong dan iri hati.

4. Menjaga Pergaulan agar Tidak Melanggar Syariat

Dalam Islam, batasan dalam bergaul antara laki-laki dan perempuan juga diatur agar terhindar dari fitnah dan maksiat. Allah berfirman:

“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)

Islam mengajarkan kita untuk menjaga pandangan, menutup aurat, dan menghindari khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram) demi menjaga kesucian diri dan masyarakat.

5. Menjauhi Ghibah dan Fitnah

Allah memperingatkan kita dalam Al-Qur’an:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, serta janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Ghibah (menggunjing) dan fitnah adalah penyakit sosial yang dapat merusak ukhuwah Islamiyah. Oleh karena itu, seorang Muslim harus senantiasa menjaga lisannya dari perkataan yang tidak bermanfaat.

Penutup

Hadirin yang dirahmati Allah,

Adab bergaul dalam Islam merupakan cerminan keimanan seseorang. Seorang Muslim yang baik adalah yang mampu menjaga hubungan dengan sesama dengan penuh kasih sayang, hormat, dan etika yang luhur. Marilah kita berusaha menerapkan ajaran Islam dalam setiap interaksi sosial kita agar tercipta kehidupan yang damai dan penuh berkah.

Semoga Allah memberikan kita kekuatan untuk selalu menjaga adab dalam bergaul dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang dicintai. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

UWaS

Rabu, 26 Maret 2025

CERAMAH AGAMA: TUNTUNAN ISLAM DALAM MERAYAKAN HARI RAYA BERDASARKAN AL-QUR’AN DAN SUNNAH

 


CERAMAH AGAMA: TUNTUNAN ISLAM DALAM MERAYAKAN HARI RAYA BERDASARKAN AL-QUR’AN DAN SUNNAH

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Pendahuluan
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Hadirin yang dirahmati Allah, hari ini kita akan membahas tuntunan Islam dalam merayakan hari raya berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Hari raya dalam Islam adalah momen kebahagiaan yang tidak hanya bersifat seremonial, tetapi juga memiliki nilai ibadah dan ketaatan kepada Allah ﷻ.

I. Hari Raya dalam Islam

Islam memiliki dua hari raya utama, sebagaimana disebutkan dalam hadis:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ: "مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟" قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ."
(HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)

Dari hadis ini, jelas bahwa hari raya dalam Islam ada dua, yaitu:

  1. Idulfitri, yang dirayakan setelah berakhirnya bulan Ramadan sebagai bentuk syukur kepada Allah.

  2. Iduladha, yang berkaitan dengan ibadah haji dan penyembelihan hewan kurban sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah.

II. Tuntunan Islam dalam Merayakan Hari Raya

Islam mengajarkan cara berhari raya yang sesuai dengan syariat, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. Berikut beberapa tuntunan yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah:

1. Mengawali dengan Takbir

Allah ﷻ berfirman:

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah: 185)

Pada malam dan pagi hari raya, kita dianjurkan untuk bertakbir sebagai tanda syukur atas nikmat yang diberikan Allah.

2. Mandi dan Berpakaian yang Baik

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَأْمُرُنَا فِي الْعِيدَيْنِ أَنْ نَلْبَسَ أَجْوَدَ مَا نَجِدُ، وَأَنْ نَتَطَيَّبَ بِأَجْوَدِ مَا نَجِدُ
"Rasulullah ﷺ memerintahkan kami pada dua hari raya untuk mengenakan pakaian terbaik yang kami miliki dan memakai wewangian terbaik yang kami punya." (HR. Al-Baihaqi)

Ini menunjukkan bahwa umat Islam dianjurkan untuk tampil bersih dan rapi saat merayakan hari raya.

3. Menunaikan Salat Id

Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى المُصَلَّى
"Rasulullah ﷺ keluar pada hari Idulfitri dan Iduladha menuju tanah lapang untuk melaksanakan salat Id." (HR. Bukhari dan Muslim)

Salat Id merupakan sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) dan disyariatkan bagi laki-laki maupun perempuan.

4. Berjalan Kaki Menuju Tempat Salat dan Pulang dengan Rute Berbeda

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
"Jika Rasulullah ﷺ berada di hari raya, beliau mengambil jalan yang berbeda saat pergi dan pulang dari salat Id." (HR. Bukhari)

5. Berbagi dan Bersedekah

Rasulullah ﷺ bersabda:

"أَغْنُوهُمْ عَنِ السُّؤَالِ فِي هَذَا الْيَوْمِ"
"Cukupkanlah mereka (orang miskin) dari meminta-minta pada hari ini." (HR. Al-Baihaqi)

Pada Idulfitri, kita diwajibkan membayar zakat fitrah, sedangkan pada Iduladha kita dianjurkan untuk berkurban dan berbagi daging kepada sesama.

6. Saling Mengucapkan Doa dan Memaafkan

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata:

"Para sahabat Rasulullah ﷺ, apabila mereka bertemu pada hari raya, mereka saling mengucapkan: 'تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ' (Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan kalian)." (HR. Al-Baihaqi)

Ucapan ini menunjukkan pentingnya saling mendoakan dan mempererat ukhuwah Islamiyah pada hari raya.

7. Menjauhi Hal-hal yang Dilarang

Hari raya adalah hari kegembiraan, tetapi bukan untuk bermaksiat. Rasulullah ﷺ bersabda:

"إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا"
"Setiap kaum memiliki hari rayanya, dan ini adalah hari raya kita (umat Islam)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, dalam merayakan hari raya, kita harus menjauhi perilaku berlebihan, seperti:

  • Berfoya-foya dan menghamburkan harta.

  • Meninggalkan ibadah wajib seperti salat.

  • Pergaulan bebas yang bertentangan dengan syariat Islam.

III. Hikmah Perayaan Hari Raya dalam Islam

  1. Sebagai Bentuk Syukur kepada Allah
    Hari raya adalah momen untuk bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah, baik setelah Ramadan maupun setelah ibadah haji.

  2. Menguatkan Ukhuwah Islamiyah
    Pada hari raya, kita dianjurkan untuk saling mengunjungi, mempererat tali silaturahmi, dan memaafkan kesalahan sesama.

  3. Meningkatkan Kepedulian Sosial
    Dengan berbagi kepada fakir miskin, kita bisa merasakan kebersamaan dan kebahagiaan secara kolektif.

Penutup

Hadirin yang dirahmati Allah, demikianlah tuntunan Islam dalam merayakan hari raya berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Semoga kita bisa mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan menjadikan hari raya sebagai momen penuh berkah, kebahagiaan, serta peningkatan ketakwaan kepada Allah ﷻ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

UWaS

Selasa, 25 Maret 2025

CERAMAH AGAMA: KETENTUAN ZAKAT FITRAH DALAM AL-QUR’AN DAN SUNNAH SERTA HIKMAHNYA


 CERAMAH AGAMA: KETENTUAN ZAKAT FITRAH DALAM AL-QUR’AN DAN SUNNAH SERTA HIKMAHNYA

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Pendahuluan
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita kesempatan untuk bertemu dalam majelis ilmu ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Hadirin yang dirahmati Allah, pada kesempatan ini kita akan membahas tentang ketentuan zakat fitrah dalam Al-Qur’an dan Sunnah serta hikmahnya. Zakat fitrah merupakan ibadah yang diwajibkan kepada setiap Muslim pada bulan Ramadan sebagai bentuk kepedulian sosial dan penyucian diri.

I. Ketentuan Zakat Fitrah dalam Al-Qur’an dan Sunnah

1. Dalil dalam Al-Qur’an

Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur'an dengan istilah “zakat fitrah,” namun perintah untuk menunaikan zakat terdapat dalam beberapa ayat, di antaranya:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
"Dan dirikanlah salat serta tunaikanlah zakat." (QS. Al-Baqarah: 43)

Ayat ini menunjukkan bahwa zakat adalah bagian dari kewajiban utama seorang Muslim, termasuk zakat fitrah yang menjadi bagian dari syariat Islam.

2. Dalil dalam Hadis

Zakat fitrah diwajibkan oleh Rasulullah ﷺ sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjelaskan bahwa zakat fitrah:

  • Wajib bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, merdeka maupun hamba sahaya.

  • Berupa satu sha' (sekitar 2,5–3 kg) makanan pokok seperti kurma, gandum, beras, atau yang biasa dikonsumsi.

  • Harus dikeluarkan sebelum pelaksanaan salat Idulfitri.

II. Hikmah Zakat Fitrah

Zakat fitrah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga memiliki hikmah yang luar biasa, di antaranya:

  1. Menyucikan Diri
    Zakat fitrah membersihkan jiwa dari kesalahan dan kekurangan dalam berpuasa, sebagaimana disebutkan dalam hadis:
    "Zakat fitrah adalah penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kata-kata kotor, serta sebagai makanan bagi orang miskin." (HR. Abu Dawud)

  2. Menjaga Kebersamaan dan Kepedulian Sosial
    Dengan zakat fitrah, kaum fakir miskin dapat ikut merasakan kebahagiaan Idulfitri tanpa kekurangan makanan. Ini memperkuat ukhuwah Islamiyah dan mengajarkan kita untuk peduli terhadap sesama.

  3. Menyempurnakan Ibadah Ramadan
    Zakat fitrah merupakan pelengkap ibadah puasa, sebagaimana salat sunah rawatib melengkapi salat wajib.

  4. Menanamkan Rasa Syukur
    Dengan berbagi rezeki kepada yang membutuhkan, kita semakin menyadari nikmat yang Allah berikan dan terdorong untuk bersyukur.

Penutup

Hadirin yang dirahmati Allah, zakat fitrah adalah ibadah yang wajib kita tunaikan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan kepedulian kepada sesama. Mari kita keluarkan zakat fitrah tepat waktu, sesuai dengan ketentuan syariat, dan dengan niat yang ikhlas karena Allah.

Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan menjadikan kita hamba-hamba yang bertakwa.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

UWaS

Minggu, 23 Maret 2025

KENAPA DOA-DOA KITA TIDAK DIKABULKAN ALLAH SWT?

 


KENAPA DOA-DOA KITA TIDAK DIKABULKAN ALLAH SWT?

Mukadimah

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Washalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya’i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in. Amma ba’du.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, dan kesehatan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga hari kiamat.

Pada kesempatan ini, kita akan membahas sebuah pertanyaan yang sering muncul di benak kita, yaitu: Mengapa doa-doa kita tidak dikabulkan oleh Allah SWT? Padahal kita telah berdoa dengan sungguh-sungguh, bahkan di waktu-waktu yang mustajab. Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita merujuk kepada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW.

1. Tidak Memenuhi Syarat Diterimanya Doa

Allah SWT telah menetapkan syarat-syarat agar doa kita dikabulkan. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran." (QS. Al-Baqarah: 186)

Dari ayat ini, kita dapat memahami bahwa syarat doa dikabulkan adalah memenuhi perintah Allah dan memiliki keimanan yang kuat. Jika kita lalai dalam menjalankan perintah-Nya, bagaimana mungkin kita berharap doa kita segera dikabulkan?

2. Makanan dan Harta yang Haram

Salah satu penghalang terbesar doa adalah makanan, minuman, dan harta yang berasal dari sumber yang haram. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

"Seorang lelaki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu, ia menengadahkan tangannya ke langit dan berdoa, 'Ya Rabb, Ya Rabb,' tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dengan sesuatu yang haram, maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?" (HR. Muslim)

Dari hadits ini, kita belajar bahwa menjaga kehalalan makanan, minuman, dan harta sangat berpengaruh terhadap terkabulnya doa.

3. Tidak Sungguh-Sungguh dalam Berdoa

Rasulullah SAW mengajarkan agar kita benar-benar bersungguh-sungguh dalam berdoa, tidak hanya sekadar mengucapkannya dengan lisan tanpa kehadiran hati. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

"Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan bermain-main." (HR. Tirmidzi, no. 3479)

Ini menunjukkan bahwa dalam berdoa kita harus menghadirkan hati, yakin, dan tidak ragu akan kekuasaan Allah.

4. Meninggalkan Kewajiban Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Mungkar

Dosa dan maksiat bisa menjadi penghalang terkabulnya doa. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

"Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaknya kalian menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, atau (jika tidak) Allah akan menurunkan azab kepada kalian, kemudian kalian berdoa kepada-Nya tetapi doa kalian tidak dikabulkan." (HR. Tirmidzi, no. 2169)

Dari hadits ini kita dapat memahami bahwa meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar dan terus-menerus dalam dosa bisa menyebabkan doa kita tertolak.

5. Tidak Bersabar dan Mudah Berputus Asa

Allah SWT menguji hamba-Nya dengan menunda pengabulan doa agar mereka lebih bersabar dan semakin mendekat kepada-Nya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

"Doa seorang hamba akan senantiasa dikabulkan selama ia tidak tergesa-gesa dan berkata: ‘Aku sudah berdoa, tetapi belum dikabulkan.’" (HR. Bukhari, no. 6340; Muslim, no. 2735)

Oleh karena itu, hendaknya kita bersabar dan terus berdoa dengan penuh harap kepada Allah SWT.

Kesimpulan

Hadirin yang dirahmati Allah,

Dari pembahasan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa doa yang tidak dikabulkan bukan berarti Allah tidak mendengar, tetapi ada sebab-sebab yang menghalangi. Bisa jadi karena kita belum memenuhi syarat doa, ada dosa yang menjadi penghalang, atau Allah ingin menguji kesabaran kita.

Maka, marilah kita introspeksi diri, memperbaiki ibadah, menjauhi maksiat, dan terus bersangka baik kepada Allah. Karena Allah Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan doa hamba-Nya pada waktu yang terbaik menurut-Nya.

Semoga Allah SWT menjadikan kita hamba-hamba yang doa-doanya selalu dikabulkan. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

UWaS



Sabtu, 22 Maret 2025

KENAPA JUDI DIHARAMKAN?

 Judi diharamkan dalam Islam berdasarkan dalil Al-Qur'an dan Sunnah serta pertimbangan dampak sosial dan psikologisnya. Berikut penjelasan dari berbagai aspek:

1. Dalil dari Al-Qur’an

Allah SWT dengan tegas mengharamkan judi (maisir) dalam beberapa ayat, di antaranya:

a. Surah Al-Baqarah (2:219)

"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: 'Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya'..."

Ayat ini menunjukkan bahwa meskipun ada manfaat dalam judi, kerugiannya jauh lebih besar.

b. Surah Al-Ma’idah (5:90-91)

"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya khamar, judi, (berkurban untuk berhala), dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung."
"Sesungguhnya setan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu karena (minuman keras) dan judi serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat. Maka tidakkah kamu mau berhenti?"

Ayat ini menegaskan bahwa judi adalah perbuatan setan yang membawa permusuhan, kebencian, dan melalaikan ibadah.

2. Dalil dari Hadis Nabi

Rasulullah ﷺ juga melarang segala bentuk perjudian dalam hadis-hadisnya:

  1. Diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah bersabda:
    "Barang siapa berkata kepada temannya: 'Kemarilah, aku akan berjudi denganmu', maka hendaklah ia bersedekah."
    → Hadis ini menunjukkan bahwa bahkan ajakan berjudi saja sudah berdosa.

  2. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, Rasulullah bersabda:
    "Barang siapa bermain dadu, maka seolah-olah ia mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi."
    → Bermain dadu di masa Rasulullah sering digunakan untuk judi, sehingga diharamkan.

3. Tinjauan Sosio-Psikologis Masyarakat Sekarang

Dalam konteks modern, terutama dengan maraknya judi online, dampak negatifnya semakin nyata:

a. Dampak Sosial

  1. Perpecahan Keluarga: Judi sering menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga karena kecanduan dan kehilangan harta.
  2. Meningkatnya Kejahatan: Banyak pelaku judi berutang besar, sehingga terjerumus dalam pencurian, penipuan, atau kriminalitas lainnya.
  3. Eksploitasi Ekonomi: Judi online sering menargetkan kelompok ekonomi lemah dengan janji kaya instan, padahal justru memiskinkan mereka.

b. Dampak Psikologis

  1. Kecanduan: Judi memicu pelepasan dopamin di otak, menyebabkan kecanduan serupa dengan narkoba.
  2. Gangguan Mental: Pemain judi rentan mengalami stres, depresi, dan gangguan kecemasan akibat kekalahan dan kerugian finansial.
  3. Kurangnya Produktivitas: Orang yang kecanduan judi cenderung malas bekerja, kurang fokus, dan mengabaikan tanggung jawab.

4. Kesimpulan

Judi diharamkan dalam Islam karena membawa lebih banyak keburukan daripada manfaat, baik dari segi agama, sosial, maupun psikologis. Dalam era digital, judi online semakin memperparah dampak negatifnya dengan akses yang lebih mudah dan daya rusak yang lebih besar. Oleh karena itu, seorang Muslim harus menjauhi judi dalam bentuk apa pun agar tidak terjerumus dalam dosa dan kehancuran dunia-akhirat.

Semoga penjelasan ini bermanfaat! 

UWaS

Rabu, 19 Maret 2025

Tantangan Komitmen Koperasi Syariah dalam Mengawal Prinsip-Prinsip Syariah pada Persaingan Ekonomi Global


Tantangan Komitmen Koperasi Syariah dalam Mengawal Prinsip-Prinsip Syariah pada Persaingan Ekonomi Global

Oleh: Wahyu Salim

Praktisi Dewan Pengawas Syariah

Koperasi syariah merupakan lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip Islam, yang menolak unsur riba, gharar, dan maysir. Di tengah perkembangan ekonomi global yang semakin kompetitif, koperasi syariah menghadapi berbagai tantangan dalam menjaga komitmen terhadap prinsip-prinsip syariah. Artikel ini akan mengulas tantangan utama yang dihadapi serta solusi untuk memperkuat peran koperasi syariah di era modern.

1. Kepatuhan terhadap Prinsip Syariah dalam Persaingan Pasar

Salah satu tantangan utama koperasi syariah adalah memastikan semua aktivitasnya tetap sesuai dengan prinsip syariah. Dalam persaingan dengan lembaga keuangan konvensional, sering kali muncul tekanan untuk menawarkan produk keuangan yang lebih fleksibel. Namun, koperasi syariah harus tetap berpegang pada akad-akad syariah yang telah ditetapkan, seperti mudharabah dan musyarakah. Oleh karena itu, pengawasan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa operasional koperasi tidak menyimpang dari prinsip syariah.

2. Akses Permodalan yang Kompetitif

Koperasi syariah memiliki keterbatasan dalam memperoleh modal karena tidak dapat menggunakan instrumen berbasis bunga. Hal ini membuat koperasi syariah sulit bersaing dengan lembaga keuangan konvensional yang memiliki akses luas terhadap permodalan murah. Untuk mengatasi tantangan ini, koperasi syariah dapat mengoptimalkan skema pembiayaan syariah seperti sukuk dan wakaf produktif guna meningkatkan sumber permodalannya.

3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang Kompeten

SDM yang memahami prinsip-prinsip ekonomi syariah masih terbatas. Koperasi syariah membutuhkan tenaga kerja yang tidak hanya menguasai manajemen koperasi, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang fiqh muamalah. Solusi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pelatihan dan sertifikasi bagi pengelola koperasi agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri keuangan syariah.

4. Regulasi dan Kebijakan Pemerintah

Di banyak negara, regulasi yang mengatur koperasi syariah masih belum sekuat regulasi yang mengatur lembaga keuangan konvensional. Hal ini menyebabkan koperasi syariah menghadapi kendala dalam hal perizinan dan dukungan kebijakan yang memadai. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara koperasi syariah, regulator, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendorong kebijakan yang lebih mendukung pertumbuhan koperasi berbasis syariah.

5. Adaptasi terhadap Teknologi Digital

Di era digitalisasi, koperasi syariah harus mampu beradaptasi dengan teknologi keuangan agar tetap kompetitif. Penggunaan teknologi seperti aplikasi mobile banking berbasis syariah dapat meningkatkan akses dan efisiensi layanan kepada anggota koperasi. Selain itu, pemanfaatan blockchain dalam transaksi syariah juga dapat meningkatkan transparansi dan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi syariah.

6. Meningkatkan Kepercayaan dan Literasi Keuangan Syariah

Kurangnya pemahaman masyarakat tentang keuangan syariah menjadi salah satu tantangan dalam mengembangkan koperasi syariah. Banyak orang yang masih ragu terhadap keuntungan dan kehalalan transaksi syariah. Oleh karena itu, edukasi yang masif tentang manfaat koperasi syariah dan keunggulannya dibandingkan sistem konvensional harus terus digalakkan. Kampanye literasi keuangan syariah melalui media sosial, seminar, dan workshop dapat menjadi strategi efektif dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Kesimpulan

Koperasi syariah memiliki peran penting dalam mendorong perekonomian yang berbasis keadilan dan kesejahteraan umat. Namun, dalam menghadapi persaingan ekonomi global, koperasi syariah harus mampu mengatasi berbagai tantangan seperti kepatuhan syariah, akses permodalan, keterbatasan SDM, regulasi, teknologi, serta literasi masyarakat. Dengan strategi yang tepat dan komitmen yang kuat, koperasi syariah dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

KONSEP SAKINAH DALAM AL-QUR'AN

 

Pendahuluan

Dalam kehidupan manusia, keluarga memiliki peran yang sangat penting sebagai tempat pertama dalam membangun nilai-nilai moral dan spiritual. Islam menekankan pentingnya membangun keluarga yang sakinah, yakni keluarga yang dipenuhi ketenangan, cinta, dan kasih sayang. Konsep sakinah ini secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an dan menjadi fondasi utama dalam kehidupan rumah tangga Muslim.

Artikel ini akan membahas pengertian sakinah, dalil dalam Al-Qur'an, serta bagaimana konsep ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pengertian Sakinah dalam Islam

Secara bahasa, kata sakinah berasal dari bahasa Arab yang berarti ketenangan, kedamaian, dan ketenteraman. Dalam konteks keluarga, sakinah merujuk pada kondisi rumah tangga yang harmonis dan jauh dari konflik yang merusak hubungan.

Dalam terminologi Islam, sakinah bukan hanya ketenangan secara fisik, tetapi juga ketenteraman hati yang diperoleh dari keberkahan dan ridha Allah ﷻ. Keluarga sakinah adalah keluarga yang dibangun atas dasar keimanan dan ketaatan kepada Allah, sehingga setiap anggota keluarganya merasa tenteram satu sama lain.

Dalil Al-Qur'an tentang Sakinah

Salah satu ayat yang paling sering dikaitkan dengan konsep sakinah dalam keluarga adalah firman Allah ﷻ dalam Surah Ar-Rum ayat 21:

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
(QS. Ar-Rum: 21)

Ayat ini menjelaskan bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah menciptakan sakinah, yaitu ketenangan dan ketenteraman dalam hubungan suami istri. Allah ﷻ telah menetapkan bahwa dalam hubungan pernikahan terdapat tiga unsur utama:

  1. Sakinah – Ketenteraman dan ketenangan dalam hubungan.
  2. Mawaddah – Rasa cinta yang mendalam antara suami dan istri.
  3. Rahmah – Kasih sayang yang membuat keduanya saling menghormati dan melindungi.

Selain itu, dalam Surah Al-Fath ayat 4, Allah juga menyebutkan bahwa sakinah adalah ketenangan yang diberikan kepada hati orang-orang beriman:

"Dialah yang telah menurunkan ketenangan (sakinah) ke dalam hati orang-orang mukmin agar keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)..."
(QS. Al-Fath: 4)

Ayat ini menunjukkan bahwa sakinah bukan hanya terkait dengan hubungan pernikahan, tetapi juga merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada hati orang-orang yang beriman agar mereka selalu merasa tenteram dalam segala keadaan.

Ciri-Ciri Keluarga Sakinah Menurut Al-Qur'an

Berdasarkan ajaran Islam, keluarga sakinah memiliki beberapa ciri utama yang dapat ditemukan dalam Al-Qur'an:

  1. Dibangun atas Dasar Keimanan dan Ketaatan kepada Allah
    Keluarga yang sakinah adalah keluarga yang menjadikan Islam sebagai pedoman utama dalam kehidupan rumah tangga. Suami dan istri memiliki kesamaan visi dalam menjalankan ibadah dan mendidik anak-anak dengan nilai-nilai Islam.

  2. Adanya Rasa Saling Pengertian dan Sabar
    Dalam rumah tangga, ujian dan tantangan pasti akan datang. Namun, keluarga sakinah mampu menghadapinya dengan sikap sabar dan saling pengertian. Allah ﷻ berfirman:

    "Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
    (QS. Al-Anfal: 46)

  3. Komunikasi yang Baik dan Saling Menghormati
    Suami dan istri yang berkomunikasi dengan baik akan lebih mudah menyelesaikan perbedaan pendapat dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Dalam Islam, suami diperintahkan untuk memperlakukan istri dengan baik:

    "Dan bergaullah dengan mereka (istri-istrimu) secara patut..."
    (QS. An-Nisa: 19)

  4. Tanggung Jawab yang Jelas dalam Rumah Tangga
    Al-Qur'an mengajarkan bahwa suami memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga yang menafkahi dan membimbing keluarganya dalam kebaikan, sementara istri memiliki peran menjaga rumah tangga dan mendidik anak-anak dalam suasana yang penuh kasih sayang.

    "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka..."
    (QS. An-Nisa: 34)

  5. Mendidik Anak dengan Nilai Islam
    Salah satu tujuan dari keluarga sakinah adalah mencetak generasi yang bertakwa. Oleh karena itu, mendidik anak dengan ajaran Islam merupakan bagian penting dari kehidupan rumah tangga yang harmonis.

    "Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..."
    (QS. At-Tahrim: 6)

Cara Mewujudkan Keluarga Sakinah Berdasarkan Al-Qur'an

Agar dapat mencapai sakinah dalam keluarga, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan sesuai dengan ajaran Islam:

  1. Menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai Pedoman Hidup
    Keluarga sakinah adalah keluarga yang menjalankan ajaran Islam secara kaffah (menyeluruh), termasuk dalam hubungan suami istri dan pendidikan anak.

  2. Menjaga Shalat dan Doa Bersama
    Shalat berjamaah dan doa bersama dapat mempererat hubungan dalam keluarga serta mendatangkan keberkahan dalam rumah tangga.

  3. Meningkatkan Rasa Syukur dan Saling Menghargai
    Dalam setiap kondisi, suami dan istri harus selalu bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah dan saling menghargai usaha masing-masing dalam menjaga rumah tangga.

  4. Mengelola Konflik dengan Bijak
    Konflik dalam rumah tangga harus diselesaikan dengan kepala dingin, saling introspeksi, dan berusaha mencari solusi yang terbaik tanpa menyakiti satu sama lain.

  5. Membangun Lingkungan Keluarga yang Islami
    Menciptakan suasana rumah yang Islami dengan memperbanyak dzikir, membaca Al-Qur'an, serta membiasakan akhlak yang baik dalam keseharian.

Kesimpulan

Konsep sakinah dalam Al-Qur'an adalah sebuah anugerah Allah yang diberikan kepada mereka yang membangun rumah tangga berdasarkan nilai-nilai Islam. Dengan menjaga keimanan, komunikasi yang baik, serta tanggung jawab masing-masing dalam keluarga, insyaAllah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah dapat terwujud.

Semoga artikel ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua dalam membangun keluarga yang harmonis dan diridhai oleh Allah ﷻ. Aamiin.

UWaS

Selasa, 18 Maret 2025

FENOMENA LEMAH IMAN YANG TERJADI DI PENGHUJUNG RAMADHAN DAN CARA MENGATASINYA BERDASARKAN AL-QUR’AN DAN SUNNAH

 


FENOMENA LEMAH IMAN YANG TERJADI DI PENGHUJUNG RAMADHAN DAN CARA MENGATASINYA BERDASARKAN AL-QUR’AN DAN SUNNAH

الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد:

Pendahuluan
Jama’ah yang dirahmati Allah,
Kita telah berada di penghujung bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, ampunan, dan rahmat. Namun, di saat-saat akhir Ramadhan, kita sering menyaksikan fenomena yang mengkhawatirkan, yaitu melemahnya semangat ibadah sebagian kaum muslimin. Masjid-masjid mulai sepi, tilawah Al-Qur'an berkurang, dan semangat beribadah yang sebelumnya tinggi mulai menurun. Padahal, di penghujung Ramadhan, terdapat keutamaan luar biasa, terutama malam Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu bulan.

Fenomena Lemah Iman di Penghujung Ramadhan
Fenomena ini dapat kita lihat dalam beberapa bentuk:

  1. Menurunnya semangat beribadah – Pada awal Ramadhan, kita sangat bersemangat untuk shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an, dan bersedekah. Namun, di penghujung Ramadhan, sebagian dari kita justru mulai lalai dan kembali sibuk dengan urusan dunia.
  2. Masjid yang mulai sepi – Di sepuluh malam pertama Ramadhan, masjid penuh dengan jamaah shalat tarawih. Namun, saat memasuki sepuluh hari terakhir, banyak yang mulai mengurangi intensitas ibadahnya.
  3. Fokus pada persiapan duniawi – Sebagian orang lebih sibuk mempersiapkan baju baru, makanan untuk lebaran, dan urusan duniawi lainnya daripada beribadah di penghujung Ramadhan.
  4. Kurangnya rasa takut kehilangan Ramadhan – Padahal, Rasulullah ﷺ bersabda:
    "Celakalah seseorang yang mendapati bulan Ramadhan tetapi dosanya tidak diampuni." (HR. Tirmidzi, no. 3545)

Penyebab Lemahnya Iman di Penghujung Ramadhan

  1. Kurangnya pemahaman tentang keutamaan sepuluh malam terakhir – Allah berfirman:
    "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam Lailatul Qadar. Dan tahukah kamu apakah malam Lailatul Qadar itu? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan." (QS. Al-Qadr: 1-3)
    Jika kita memahami betapa besarnya keutamaan malam ini, tentu kita tidak akan menyia-nyiakannya.
  2. Godaan setan yang kembali menggoda – Ketika Ramadhan hampir berakhir, setan yang sebelumnya dibelenggu mulai kembali menggoda manusia agar kembali lalai.
  3. Fokus yang salah dalam menyambut Idul Fitri – Sebagian orang memahami Idul Fitri hanya sebagai hari kemenangan dalam hal pakaian dan makanan, bukan sebagai hari kembali kepada fitrah yang suci.
  4. Kurangnya muhasabah (introspeksi diri) – Seharusnya di penghujung Ramadhan, kita semakin banyak melakukan introspeksi dan memperbaiki diri, bukan malah semakin lalai.

Cara Mengatasi Lemahnya Iman di Penghujung Ramadhan
Untuk menghindari kelemahan iman di akhir Ramadhan, kita harus kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah:

  1. Memperbanyak ibadah dan mencari Lailatul Qadar
    Rasulullah ﷺ sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah di sepuluh malam terakhir. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
    “Rasulullah ﷺ apabila memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, beliau menghidupkan malam-malamnya, membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dalam beribadah, dan mengencangkan ikat pinggangnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
    Maka, kita harus semakin meningkatkan ibadah kita, bukan justru menguranginya.

  2. Berdoa dengan sungguh-sungguh
    Salah satu doa yang dianjurkan di sepuluh malam terakhir adalah:
    اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
    “Ya Allah, Engkau Maha Pengampun, mencintai keampunan, maka ampunilah aku.” (HR. Tirmidzi, no. 3513)

  3. Menghidupkan malam dengan ibadah
    Jika kita terbiasa tidur lebih awal di awal Ramadhan, maka di sepuluh malam terakhir kita harus memperbanyak qiyamul lail, dzikir, dan membaca Al-Qur’an.

  4. Menjauhkan diri dari kesibukan duniawi yang berlebihan
    Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an:
    "Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya." (QS. Al-Hadid: 20)
    Oleh karena itu, jangan sampai kesibukan persiapan lebaran membuat kita lalai dari ibadah di akhir Ramadhan.

  5. Bersedekah dan membantu sesama
    Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling dermawan, dan di bulan Ramadhan beliau lebih dermawan lagi. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
    “Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari, no. 6)
    Oleh karena itu, kita harus memperbanyak sedekah, terutama di malam-malam terakhir Ramadhan.

  6. Mengajak keluarga untuk semangat beribadah
    Jangan biarkan hanya diri kita sendiri yang semangat beribadah. Bangunkan keluarga kita, ajak mereka untuk beribadah bersama agar mendapatkan keberkahan di akhir Ramadhan.

Penutup
Jama’ah yang dirahmati Allah,
Jangan biarkan penghujung Ramadhan kita terbuang sia-sia. Justru di hari-hari terakhir ini, kita harus semakin bersungguh-sungguh dalam beribadah, karena kita tidak tahu apakah tahun depan kita masih dipertemukan dengan Ramadhan atau tidak. Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendapatkan malam Lailatul Qadar.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، والحمد لله رب العالمين.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

UWaS

MASALAH HATI DALAM AL-QUR'AN DAN SUNNAH



Mukadimah

Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menciptakan hati sebagai tempat iman, petunjuk, dan kebahagiaan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga hari kiamat.

Pendahuluan

Hati adalah salah satu anugerah terbesar dari Allah yang diberikan kepada manusia. Dalam Islam, hati memiliki peran sentral dalam kehidupan seseorang, baik dalam ibadah maupun interaksi sosial. Al-Qur'an dan hadits banyak berbicara tentang kondisi hati manusia, dari hati yang bersih dan sehat hingga hati yang sakit dan keras.

1. Hati sebagai Pusat Keimanan

Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya, dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya." (QS. Asy-Syams: 9-10)

Ayat ini menunjukkan bahwa keberuntungan seseorang bergantung pada kebersihan hatinya. Hati yang bersih adalah hati yang dipenuhi dengan iman, ketakwaan, dan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah.

2. Penyakit Hati dalam Al-Qur'an

Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan beberapa jenis penyakit hati, di antaranya:

  • Hati yang keras Allah berfirman: "Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi." (QS. Al-Baqarah: 74) Hati yang keras sulit menerima kebenaran dan jauh dari rahmat Allah.

  • Hati yang sakit Allah berfirman: "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah tambahkan penyakitnya itu; dan bagi mereka azab yang pedih disebabkan mereka berdusta." (QS. Al-Baqarah: 10) Penyakit hati bisa berupa kemunafikan, iri, dengki, dan kebencian.

3. Cara Membersihkan Hati

Islam memberikan berbagai cara untuk menjaga dan membersihkan hati, di antaranya:

  • Memperbanyak dzikir: Allah berfirman, "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra’d: 28)
  • Memohon ampunan kepada Allah (istighfar)
  • Menjaga keikhlasan dalam ibadah
  • Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat
  • Bersikap rendah hati dan menjauhi sifat sombong

4. Hati yang Sehat dalam Sunnah Rasulullah

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

"Ketahuilah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh, dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa itu adalah hati." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa hati memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan amal perbuatan seseorang. Oleh karena itu, kita harus selalu menjaga kesehatan hati agar tetap berada dalam kebaikan.

Penutup

Saudara-saudari yang dirahmati Allah, menjaga hati adalah bagian dari menjaga iman. Hati yang bersih akan membawa keberkahan, ketenangan, dan kedekatan dengan Allah. Sebaliknya, hati yang kotor akan membawa kesengsaraan dan jauh dari rahmat-Nya. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berusaha membersihkan hati dengan taubat, dzikir, dan amal shalih.

Semoga Allah menjadikan hati kita sebagai hati yang bersih, penuh dengan keimanan dan kecintaan kepada-Nya. Aamiin.

Wallahu a'lam bishawab.

UWaS

Minggu, 16 Maret 2025

MENGELOLA HARTA DENGAN PRINSIP HALAL DAN BARAKAH

 MENGELOLA HARTA DENGAN PRINSIP HALAL DAN BARAKAH

Pendahuluan

Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita rezeki dalam berbagai bentuk. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Harta adalah amanah dari Allah ﷻ. Ia bisa menjadi jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat jika dikelola dengan cara yang benar. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, harta bisa menjadi fitnah yang menjerumuskan kita ke dalam kesesatan. Oleh karena itu, kita harus memastikan bahwa harta yang kita peroleh dan gunakan berlandaskan prinsip halal dan barakah.

I. Prinsip Halal dalam Mengelola Harta

Allah ﷻ telah memerintahkan kita untuk mencari rezeki yang halal dan meninggalkan yang haram.

  1. Mencari Harta dengan Cara Halal

    • Allah berfirman:
      "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu..." (QS. Al-Baqarah: 172)
    • Rasulullah ﷺ bersabda:
      "Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik." (HR. Muslim)
  2. Menjauhi Harta Haram

    • Riba, suap, penipuan, pencurian, dan cara-cara haram lainnya harus dihindari.
    • Rasulullah ﷺ bersabda:
      "Setiap daging yang tumbuh dari harta haram, maka neraka lebih pantas baginya." (HR. Ahmad)
  3. Bekerja dengan Etos Kerja Islami

    • Islam mendorong umatnya untuk bekerja keras dan tidak bermalas-malasan.
    • Nabi Muhammad ﷺ sendiri adalah seorang pedagang yang jujur dan amanah.

II. Prinsip Barakah dalam Harta

Selain halal, harta yang kita miliki juga harus barakah. Harta yang barakah adalah harta yang bertambah manfaatnya, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

  1. Menginfakkan Harta di Jalan Allah

    • Sedekah, zakat, dan infaq adalah cara membersihkan dan memberkahi harta.
    • Allah berfirman:
      "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji..." (QS. Al-Baqarah: 261)
  2. Tidak Bersikap Kikir dan Boros

    • Islam melarang sifat bakhil dan boros.
    • Allah berfirman:
      "Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan jangan pula engkau terlalu mengulurkannya (boros), sehingga engkau menjadi tercela dan menyesal." (QS. Al-Isra’: 29)
  3. Menggunakan Harta untuk Kebaikan

    • Harta yang barakah adalah harta yang digunakan untuk menolong sesama, membangun kebaikan, dan memperjuangkan agama Allah.
    • Nabi ﷺ bersabda:
      "Sebaik-baik harta adalah harta yang berada di tangan orang saleh." (HR. Ahmad)

Penutup

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah, marilah kita berusaha mencari dan mengelola harta dengan cara yang halal dan menjadikannya sarana untuk mendapatkan keberkahan. Jangan sampai harta yang kita miliki justru menjadi penyebab kesengsaraan di dunia dan akhirat.

Semoga Allah memberikan kita rezeki yang halal, barakah, dan bermanfaat. Aamiin.

Wallahu a'lam bishawab.

UWaS

Jumat, 14 Maret 2025

CERAMAH AGAMA "DARI MANA, SEDANG DI MANA, MAU KE MANA KITA?" (Berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah, dan Kajian Tasawuf)

 CERAMAH AGAMA

"DARI MANA, SEDANG DI MANA, MAU KE MANA KITA?"
(Berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah, dan Kajian Tasawuf)


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له. أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، أما بعد.

Jamaah yang dirahmati Allah,

Hari ini, kita akan merenungkan sebuah pertanyaan mendasar dalam kehidupan: Dari mana kita berasal? Sedang di mana kita sekarang? Mau ke mana kita setelah ini? Pertanyaan ini bukan sekadar filsafat, tetapi sebuah kesadaran yang harus dimiliki setiap Muslim dalam menjalani hidupnya.

1. Dari Mana Kita Berasal?

Allah ﷻ berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah." (QS. Al-Mu’minun: 12)

Ruh kita berasal dari Allah. Allah telah meniupkan ruh ke dalam jasad kita:

"Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan)-Nya..." (QS. As-Sajdah: 9)

Dalam kajian tasawuf, manusia berasal dari alam ruh, dan perjalanan kita ke dunia adalah bagian dari ujian. Sebagaimana disebutkan dalam hadis:

"Sesungguhnya setiap manusia dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nutfah, lalu menjadi segumpal darah dalam empat puluh hari berikutnya, lalu menjadi segumpal daging dalam empat puluh hari berikutnya..." (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, kehidupan dunia hanyalah satu fase dari perjalanan panjang manusia menuju akhirat.

2. Sedang di Mana Kita Sekarang?

Saat ini, kita berada di dunia yang penuh ujian dan cobaan. Allah ﷻ berfirman:

"Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya..." (QS. Al-Mulk: 2)

Dunia ini adalah ladang amal. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa dunia ibarat persinggahan dalam perjalanan panjang. Jika kita sibuk menghias persinggahan dan lupa tujuan akhir, kita akan merugi.

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau seorang musafir." (HR. Bukhari)

Dalam tasawuf, dunia dianggap sebagai darul fana (tempat yang akan sirna), sementara akhirat adalah darul baqa (tempat yang abadi). Karena itu, kita harus bertanya kepada diri sendiri: apakah kehidupan kita saat ini sudah sesuai dengan tujuan penciptaan kita?

3. Mau Ke Mana Kita Setelah Ini?

Setelah kehidupan dunia, kita akan menuju kehidupan akhirat. Allah ﷻ mengingatkan kita:

"Dan sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, jika mereka mengetahui." (QS. Al-Ankabut: 64)

Ada dua tujuan akhir manusia: surga atau neraka. Bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih, Allah menjanjikan surga:

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, bagi mereka surga Firdaus sebagai tempat tinggal." (QS. Al-Kahfi: 107)

Namun, bagi mereka yang lalai dan kufur, ada ancaman neraka:

"Sesungguhnya neraka itu tempat tinggal bagi mereka." (QS. An-Naba’: 21-22)

Kesimpulan: Hidup Adalah Perjalanan

Dalam tasawuf, hidup diibaratkan sebagai perjalanan menuju Allah (suluk ilallah). Kita harus mempersiapkan bekal terbaik, yaitu iman dan amal shalih. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Orang yang cerdas adalah yang mengendalikan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian." (HR. Tirmidzi)

Maka, mari kita renungkan tiga pertanyaan ini dengan sungguh-sungguh:

  1. Kita berasal dari Allah, maka kita harus hidup sesuai dengan petunjuk-Nya.
  2. Dunia ini adalah tempat ujian, maka kita harus mengisinya dengan amal shalih.
  3. Kita akan kembali kepada Allah, maka kita harus memastikan perjalanan kita menuju surga-Nya.

Semoga Allah membimbing kita semua dalam perjalanan ini. آمين يا رب العالمين.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

UWaS

Kamis, 13 Maret 2025

GHIBAH DAN CARA MENGATASINYA


 Ghibah (menggunjing) adalah membicarakan keburukan atau aib orang lain tanpa sepengetahuannya. Dalam Islam, ghibah termasuk dosa besar, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

"Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya." (QS. Al-Hujurat: 12)

Cara Mengatasi Ghibah

  1. Sadar akan Bahayanya

    • Mengingat bahwa ghibah adalah dosa besar yang bisa menghapus pahala amal baik.
    • Rasulullah SAW bersabda bahwa orang yang ghibah akan memberikan pahala kepada orang yang digunjingkan (HR. Muslim).
  2. Mengalihkan Pembicaraan

    • Jika ada yang mulai bergosip, coba alihkan ke topik yang lebih positif atau bermanfaat.
    • Bisa juga dengan menanyakan pendapat tentang ilmu, bisnis, atau hal-hal inspiratif.
  3. Menjaga Niat dan Hati

    • Biasakan berpikir positif dan melihat sisi baik orang lain.
    • Jika muncul keinginan untuk ghibah, segera istighfar dan ingat bahwa Allah Maha Melihat.
  4. Menghindari Lingkungan yang Suka Ghibah

    • Jika dalam suatu perkumpulan sering terjadi ghibah, sebaiknya menjauhi atau tidak ikut terlibat.
    • Cari teman atau lingkungan yang lebih mendukung dalam kebaikan.
  5. Memohon Ampunan dan Mendoakan Orang yang Dighibahi

    • Jika pernah terlanjur bergunjing, segera taubat dan minta ampun kepada Allah.
    • Mendoakan kebaikan bagi orang yang dighibahi agar hati lebih bersih.
  6. Fokus pada Perbaikan Diri

    • Daripada sibuk membicarakan orang lain, lebih baik introspeksi dan memperbaiki diri sendiri.
    • Ingat bahwa setiap orang punya kekurangan dan kita juga tidak ingin aib kita dibicarakan.

Jika kita benar-benar ingin menjauhi ghibah, perlu niat yang kuat dan kesadaran akan dampaknya. Semakin kita membiasakan diri dengan kebiasaan baik, semakin mudah menghindari perbuatan tercela ini. UWaS

Kajian Tafsir: QS. Al-Hujurat Ayat 12



Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat: 12:

يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا ٱجْتَنِبُوا كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌۭ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًۭا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌۭ رَّحِيمٌۭ

Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain serta janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang."


Tafsir Ringkas

Ayat ini mengandung tiga larangan utama yang harus dihindari oleh setiap Muslim:

  1. Menjauhi Banyak Prasangka

    • Prasangka buruk (su'udzon) terhadap sesama dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan.
    • Tidak semua prasangka berdosa, tetapi jika didasarkan pada asumsi tanpa bukti, bisa menjadi dosa.
  2. Tidak Mencari-cari Kesalahan Orang Lain

    • Islam melarang mencari aib atau kesalahan orang lain (tajassus).
    • Setiap orang memiliki kekurangan, dan Allah lebih menyukai hamba yang menutupi aib saudaranya.
  3. Menghindari Ghibah

    • Ghibah (menggunjing) diibaratkan seperti memakan daging saudara sendiri yang sudah mati, sesuatu yang menjijikkan.
    • Hal ini menunjukkan betapa buruknya menggunjing orang lain di sisi Allah.

Pelajaran dari Ayat Ini

  1. Hindari Berburuk Sangka – Jika tidak ada bukti, jangan mudah menuduh orang lain dengan sesuatu yang buruk.
  2. Jaga Privasi Orang Lain – Tidak boleh mengintai atau mencari kesalahan orang lain.
  3. Lidah Harus Dijaga – Jangan membicarakan aib saudara Muslim, karena itu perbuatan yang sangat buruk di sisi Allah.
  4. Perbanyak Takwa dan Taubat – Jika pernah melakukan ghibah atau su'udzon, segera bertobat karena Allah Maha Penerima tobat.

Ayat ini sangat relevan untuk menjaga harmoni dalam kehidupan sosial agar terhindar dari konflik dan permusuhan. UWaS

Rabu, 12 Maret 2025

Al-Qur'an sebagai Obat bagi Hati yang Gelisah


Mukadimah

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Nahmaduhu wa nasta’inuhu wa nastaghfiruh. Wa na’udzu billahi min syururi anfusina wa min sayyi’ati a’malina. Man yahdihillahu fala mudhillalah, wa man yudhlil fala hadiyalah. Asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh. Allahumma sholli wa sallim wa barik ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Semoga kita senantiasa berada dalam lindungan-Nya.

Isi Ceramah

Saudara-saudaraku yang berbahagia,

Setiap manusia pasti pernah merasakan kegelisahan dalam hidupnya. Kegelisahan ini bisa muncul karena berbagai faktor, seperti masalah ekonomi, keluarga, pekerjaan, atau perasaan bersalah atas dosa yang telah dilakukan. Namun, sebagai umat Islam, kita memiliki pedoman yang dapat menenangkan hati kita, yaitu Al-Qur’an.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur'an:

"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Yunus: 57)

Ayat ini menjelaskan bahwa Al-Qur'an adalah obat bagi penyakit hati, termasuk kegelisahan, kecemasan, dan kesedihan yang sering kita rasakan. Dengan membaca, memahami, dan mengamalkan isi Al-Qur’an, hati kita akan menjadi lebih tenteram.

Allah juga berfirman:

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra’d: 28)

Ayat ini menegaskan bahwa ketenangan sejati hanya bisa diperoleh dengan mengingat Allah, salah satunya melalui membaca dan mentadabburi Al-Qur’an.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Qur’an), maka ia akan mendapatkan satu kebaikan, dan satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat." (HR. Tirmidzi)

Hadis ini menunjukkan betapa besar keutamaan membaca Al-Qur’an. Selain menjadi sumber ketenangan, membaca Al-Qur’an juga mendatangkan pahala yang berlipat ganda dari Allah.

Bagaimana Al-Qur’an Menjadi Obat bagi Hati?

  1. Menjadi Petunjuk Hidup Al-Qur’an memberikan arahan dalam setiap aspek kehidupan. Dengan memahami dan mengamalkan isi Al-Qur’an, kita dapat menghindari hal-hal yang bisa menyebabkan kegelisahan dan mendapatkan solusi dari setiap permasalahan.

  2. Menumbuhkan Ketakwaan dan Keimanan Semakin dekat kita dengan Al-Qur’an, semakin kuat pula iman kita. Dengan iman yang kuat, kita akan lebih mudah menghadapi cobaan hidup dengan penuh kesabaran dan keyakinan kepada Allah.

  3. Menjadi Pengingat akan Akhirat Banyak kegelisahan muncul karena manusia terlalu berfokus pada dunia. Al-Qur’an mengingatkan kita bahwa kehidupan dunia ini sementara, sedangkan kehidupan akhirat adalah yang kekal. Dengan menyadari hal ini, kita akan lebih ridha dengan segala ketentuan Allah.

Penutup

Hadirin yang dirahmati Allah,

Marilah kita menjadikan Al-Qur’an sebagai pegangan hidup kita. Jangan hanya membacanya, tetapi juga memahami dan mengamalkannya. Dengan begitu, hati kita akan selalu dalam keadaan tenang dan damai, serta senantiasa dalam lindungan Allah.

Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang mencintai dan mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

UWaS