Senin, 03 Oktober 2016

Penyambutan Jama'ah Haji Kota Padang Panjang: Semoga Menjadi Haji Yang Mabrur


Senin 2 Muharram 1438 H bertepatan 3 Oktober 2016 M bertempat di Hall Balai Kota Padang Panjang Pukul 09.00 Wib, Jama'ah Haji Kota Padang Panjang disambut secara resmi oleh Pemerintah Kota Padang Panjang. Kegiatan ini dihadiri oleh Walikota, Wakil Walikota, Ketua DPRD, FORKOPIMDA, Kepala Kankemenag Kota Padang Panjang dan sejumlah undangan lainnya.
Dalam laporannya Kakankemenag Drs. H. Alizar, M. Ag menyampaikan apresiasi, rasa bangga dan haru karena pelaksanaan ibadah haji ini dapat berlangsung dengan baik dan lancar tidak ada gangguan yang berarti, baik dari segi pelaksanaan maupun dari segi hubungan antar jamaah, jamaah dengan ketua regu, ketua rombongan, petugas kloter maupun pembimbing ibadah, bahkan pelaksanaan ibadah haji ini menjadi yang terbaik dibanding pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya dan jamaah haji yang berjumlah 167 orang dalam keadaan selamat kembali ke tanah air; dalam keadaan sehat wal'afiat. Di samping itu, Buya Alizar mengharapkan kiranya jamaah haji mendapatkan haji mabrur dan dapat memberikan warna keshalehan di tengah-tengah umat sehingga bisa menjadi suri teladan dan motivator bagi masyarakat lainnya agar lebih meningkatkan pengamalan agama yang diwarnai dengan meningkatnya aktivitas ibadah di rumah, masjid maupun di tengah-tengah masyarakat. Selanjutnya Buya Alizar berharap kiranya para jamaah dapat bergabung dalam organisasi Ikatan Persaudaraan Haji Kota Padang Panjang dan BKMT Jamaah Haji tahun pemberangkatan 1437 H/2016.
Sementara Walikota Padang Panjang Hendri Arnis, BSBA mengucapkan selamat datang kepada para Hajji dan Hajjah Kota Padang Panjang dan menyampaikan selamat berkumpul bersama keluarga dan mengharapkan kiranya para Hajji dan Hajjah dapat menjadikan momentum tahun baru hijriyyah 1438 H yang baru saja diperingati sebagai langkah perubahan ke arah lebih baik di tengah-tengah masyarakat dan kiranya dapat berkontribusi positif bagi pembangunan di Kota Padang Panjang.

DO’A UNTUK TAHUN BARU YANG TERBAIK


DO’A TAHUN BARU ISLAM
1 MUHARRAM 1438 H DI KOTA PADANG PANJANG

Ya Allah ya Rahman Ya Rahim Ya dzal Jalali Walikram!
Di awal bulan Qamariyyah pada permulaan tahun baru Islam 1438 Hijriyyah  ini kami segenap hamba-hamba-MU kembali  iqrarkan pengakuan dan kesaksian kami kepada-MU bahwa  Engkaulah satu-satunya Tuhan kami, tidak ada Tuhan selain Engkau, Engkau yang telah menciptakan kami, kami ini adalah hamba-hamba-Mu, Kami penuhi janji untuk selalu tha’at kepada-Mu sekuat kemampuan kami, kami mengaku betapa besar nikmat dan karunia yang Engkau berikan kepada kami dan betapa banyak dosa yang telah kami lakukan; maka Ya Allah ampunilah semua dosa-dosa kami!!! Nikmat yang begitu banyak Engkau berikan jarang kami syukuri; dosa yang begitu banyak kami lakukan tak sempat kami mohonkan ampunan kepada-Mu. Kami tak bisa hidup tanpa ampunan dan kasih sayang-MU, sekali lagi Ya Allah ampuni kami, kami ingin bersih kami ingin suci kami ingin sempurna sebagai hamba-MU. Ampuni dosa orang tua kami, keluarga kami, para sahabat kami dan seluruh umat muslim dimanapun mereka berada!

Ya Allah Yang Maha Kuasa,
Melalui momentum pergantian tahun baru Islam ini, berikanlah kesadaran dan keinsyafan kepada kami agar kami mampu mengganti kedurhakaan menjadi ketha’atan, mengganti kemakshiatan menjadi kebajikan, mengganti dosa menjadi pahala, mengganti kelemahan menjadi kekuatan, mengganti kebodohan menjadi kepintaran, mengganti kemiskinan menjadi kekayaan dan mengganti kemunduran menjadi kemajuan sehingga tahun ini menjadi tahun terbaik, amal terbaik dan hari-hari terbaik dalam sejaran kehidupan kami.

Berikanlah kekuatan lahir bathin kepada kami
Agar mudah bagi kami  melalui segala rintangan, tantangan, cobaan dan hambatan dalam hidup pada tahun akan datang.
Janganlah Engkau berikan cobaan yg berat kepada kami yang tak sanggup kami pikul sebagaimana cobaan kepada umat-umat sebelum kami
Berikan kepada kami kemuliaan dan rejeki yang berlimpah berkah yang Engkau ridhai


Ya Allah ya Tuhan kami
Karuniakanlah kepada kami anak cucu keturunan yang shaleh dan mendirikan shalat
Karuniakan kepada kami keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah, jadikan negeri kami negeri yang aman, adil, makmur dan sejahtera negeri baldatun thayyibatun warabbun ghafuur.

Ya Tuhan Kami
Ridhoilah jalan kami
Tunjukkanlah kepada kami yang benar itu adalah benar beri kami kekuatan untuk mengikutinya.
Tunjukkan yang salah itu adalah salah beri kami kekuatan untuk meninggalkannya

Rabbana ...................................

Do’a Tahun Baru Islam 1438 H

Selasa, 20 September 2016

SUDUT ARAH KIBLAT LAPANGAN KANTIN

Lapangan kantin Secata B Rindam I Bukit Barisan sering digunakan sebagai tempat pelaksanaan hari-hari besar Islam, terutama pelaksanaan shalat'Idul Fithri dan shalat 'Idul Adha, untuk itu perlu diketahui dengan benar Sudut Arah Kiblat (SAK)nya, yaitu 294,46 derjat dari Utara. Dengan mempedomani SAK ini diharapkan shaf-shaf tertata dengan baik dan pelaksanaan shalat dapat berlangsung lebih khusyu' dan tertib.

Selasa, 13 September 2016

ARAH KIBLAT LAPANGAN KANTIN ANAS KARIM

ARAH KIBLAT LAPANGAN KANTIN 294,46 DERJAT DARI UTARA

SUDUT ARAH KIBLAT MASJID TAQWA KEL. NGALAU 294,47 DERAJAT DARI UTARA

SUDUT ARAH KIBLAT MASJID TAQWA KEL. NGALAU 294,47 DERAJAT DARI UTARA

SUDUT ARAH KIBLAT MASJID NURUL FURQAN KEL. TANAH PAK LAMBIK 294,47 DERAJAT DARI UTARA

SUDUT ARAH KIBLAT MASJID NURUL FURQAN KEL. TANAH PAK LAMBIK 294,47 DERAJAT DARI UTARA

SUDUT ARAH KIBLAT MASJID ILHAM KEL. KOTO PANJANG 294,47 DERAJAT DARI UTARA

SUDUT ARAH KIBLAT MASJID ILHAM KEL. KOTO PANJANG 294,47 DERAJAT DARI UTARA

SUDUT ARAH KIBLAT MASJID HIDAYAH KEL. GUMALA 294,46 DERAJAT DARI UTARA

SUDUT ARAH KIBLAT MASJID HIDAYAH KEL. GUMALA 294,46 DERAJAT DARI UTARA

SUDUT ARAH KIBLAT MASJID AUFU BIL UQUD 294,47 DERAJAT DARI UTARA

SUDUT ARAH KIBLAT MASJID AUFU BIL UQUD 294,47 DERAJAT DARI UTARA

SUDUT ARAH KIBLAT MASJID BAHRUL 'ULUM SERAMBI MEKKAH 294,46


Jumat, 09 September 2016

AKURASI DATA SANGAT PENTING DALAM PENGUKURAN ARAH KIBLAT

Rabu, 7 September 2016 bertempat di lokasi pembangunan Islamic Center Kota Padang Panjang, Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama Kota Padang Panjang melakukan pengukuran arah kiblat. Kegiatan ini dipimpin oleh Penyelenggara Syariah Kementerian Agama Kota Padang Panjang Wahyu Salim, S. Ag dan dihadiri langsung oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Padang Panjang Drs. H. Alizar, M. Ag, Kabag Kesra Setdako Padang Panjang Drs. Eri, Kepala Dinas Sosial Drs. H. Emir Emil Elmaulid, Kabid Bina Marga PU Widya Kusuma, ST, pihak konsultan dan pihak kontraktor.
Mengingat pengukuran kiblat ini harus akurat dan tepat, tim melakukan koordinasi dengan BMKG Padang Panjang untuk mendapatkan sudut arah kiblat yang tepat. BMKG dengan menggunakan IT yang dimilikinya akhirnya memperoleh sudut arah kiblat (SAK) lokasi Islamic Center adalah 294,47 derjat dari Utara dan setelah dikonversi menjadi 294 derjat 28 menit 12 detik. Data ini lebih akurat dari data yang dimiliki Tim Hisab Rukyat selama ini untuk wilayah Kota Padang Panjang yaitu 294,5 derjat. Setelah didiskusikan akhirnya TIM sepakat menggunakan data dari BMKG.
Tim Hisab Rukyat dibantu oleh Tim Tekhnis/tenaga ahli Kontraktor dengan menggunakan alat theodolit melakukan pembidikan untuk mencari arah Utara Sejati (U) dan kemudian melakukan pembidikan ke arah SAK. Setelah ditemukan SAK, secara bergantian hasil pembidikan juga dilihat secara langsung oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Padang Panjang, Kepala Dinas Sosial, Kabag Kesra, Kabid Bina Marga, Kontaraktor dan Konsultan. Selanjutnya dilakukan penandatangan berita acara pengukuran dan ditutup pengarahan dari Kepala Kantor Kementerian Agama.
Dalam pengarahannya Buya Alizar menyampaikan ucapan terimakasih kepada pemerintah daerah atas inisiatif dan tekatnya membangun sebuah Islamic Center di Kota Padang Panjang setelah sekian lama ditunggu-tunggu oleh masyarkat Padang Panjang dan berharap keberadaan Islamic center ini dapat meningkatkan semangat dan gairah masyarkat dalam meningkat keyakinan, pengetahuan agama dan pengamalan nilai-nilai agama dalam masyarakat sekaligus diharapkan dapat pula melengkapi kota Padang Panjang sebagai pusat wisata; tidak hanya untuk pendidikan, kuliner, wisata alam tapi juga sebagai pusat wisata religius.

PENGUKURAN ARAH KIBLAT DI LOKASI PEMBANGUNAN ISLAMIC CENTER PADANG PANJANG





Jumat, 02 September 2016

Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban

BERQURBAN termasuk salah satu ibadah yang telah ditentukan tata cara pelaksanaannya. Sehingga sudah tentu kita harus memperhatikan hal-hal apa saja yang ditetapkan di dalamnya.
Waktu Penyembelihan
Baiknya waktu penyembelihan yaitu setelah selesainya pelaksanaan shalat Hari Raya Idul Adha. Adapun bagi yang tidak melaksanakannya, ia harus memperkirakan waktu kiranya shalat idul adha biasa selesai dilaksanakan. Namun waktu penyembelihan ini dibolehkan berlangsung hingga matahari terbenam pada akhir hari tasyrik, yaitu pada tanggal 13 Dzulhijah.
Adapun jika seseorang menyembelih sebelum waktunya, atau setelah berakhirnya hari tasyrik. Maka ia tidak menjadi qurban, melainkan menjadi sedekah biasa.
Macam Hewan yang Boleh Dijadikan Qurban
Tidak semua binatang ternak bisa dijadikan sebagai hewan untuk berqurban. Adapun yang bisa dijadikan hewan qurban adalah Unta (diperkirakan umurnya 5-6 tahun), Sapi atau Kerbau (umur 2 tahun ke-atas), dan Kambing atau Domba (minimal berusia 1 tahun untuk Domba dan 2 tahun bagi Kambing) baik jantan maupun betina.
Adapun sifat hewan yang tidak boleh dijadikan qurban sebagai berikut:
– Bermata sebelah / buta / picek
– Pincang yang sangat
– Bertubuh sangat kurus
– Berpenyakit parah
Sebagaimana hadits yang dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban, Dari Al-Barra’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di tengah-tengah kami dan berkata, “Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan qurban: buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, sakit dan tampak jelas sakitnya, pincang dan tampak jelas pincangnya, sangat kurus sampai-sampai seolah tidak berdaging dan bersum-sum.”
Sunnah dalam Menyembelih Hewan Qurban
Bagi yang hendak berqurban, dianjurkan baginya untuk tidak memotong kuku dan rambut. Yakni sejak saat memasuki bulan Dzulhijah sampai selesainya proses qurban. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Jika masuk bulan Dzulhijah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban. Maka, hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya.” (HR. Muslim).
Adapun pada saat prosesi penyembelihan berlangsung disunnahkan:
• Binatang yang akan disembelih halal (baik zatnya maupun cara memperolehnya)
• Binatang yang akan disembelih masih dalam keadaan hidup
• Bersuci
• Menghadap kiblat
Jika bisa, diusahakan untuk menyembelih sendiri hewan qurbannya. Atau jika tidak bisa, maka dianjurkan untuk melihat prosesi penyembelihan.
• Membaca do’a
Diharuskan membaca basmalah tatkala hendak menyembelih hewan. Dasarnya adalah keumuman firman Allah subḥānahu wa ta’āla;
وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَآئِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.” (QS: Al-An’am [6]: 121)
Syarat ini juga berlaku pada penyembelihan hewan qurban. Dasarnya adalah hadits Anas z riwayat Al-Bukhari (no. 5565) dan Muslim (no. 1966), bahwa Nabi ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam berqurban dengan dua kambing kibas yang berwarna putih bercampur hitam lagi bertanduk:
وَيُسَمِّي وَيُكَبِّرُ
“Beliau membaca basmalah dan bertakbir.”
• Yang menyembelih orang berakal
Orang gila atau gangguan jiwa tidak sah sembelihannya walaupun membaca basmalah, sebab tidak ada niat dan kehendak pada dirinya, dan dia termasuk yang diangkat pena takdir darinya.
• Harus muslim atau Ahli Kitab 
Untuk muslim, permasalahannya sudah jelas. Adapun ahli kitab, dasarnya adalah firman Allah subḥānahu wa ta’āla.
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ
“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu.” (QS: Al-Ma`idah [5]: 5)
Dan yang dimaksud ‘makanan’ ahli kitab dalam ayat ini adalah sembelihan mereka, sebagaimana penafsiran sebagian salaf.
Pendapat yang rajih menurut mayoritas ulama, sembelihan ahli kitab dipersyaratkan harus sesuai dengan tata cara Islam.
Sebagian ulama menyatakan, terkhusus hewan qurban, tidak boleh disembelih oleh ahli kitab atau diwakilkan kepada Ahli Kitab. Sebab qurban adalah amalan ibadah untuk taqarrubkepada Allah subḥānahu wa ta’āla, tidak sah kecuali dilakukan oleh seorang Muslim.
– Mempertajam pisau / golok yang akan digunakan, mempercepat proses penyembelihan dan berbuat baik pada hewan (tidak menyiksa)
Dalam melakukan penyembelihan harus dilakukan dengan baik dan benar. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
إن الله كتب الإحسان على كل شيئ فإذا قتلتم فأحسنوا القتلة فإذا ذبحتم فأحسنوا الذبح وليحد أحدكم شفرته فليرح ذبيحته -رواه مسلم
Artinya: “Dari Saddadi Ibnu Aus Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya Allah menetapkan supaya berbuat baik terhadap segala sesuatu. Apabila kamu membunuh, bunuhlah dengan baik. Apabila kamu hendak menyembelih, sembelihlah dengan baik dan hendaklah mempertajam pisaunya dan memberikan kesenangan terhadap binatang yang disembelih.” (HR. Muslim).
– Di depan masyarakat, agar banyak yang mendoakan.
– Menunggu sampai hewan qurban benar-benar mati sebelum dikuliti dan dipotong-potong.
– Mengambil daging qurban, meskipun sedikit.
Daging qurban bisa dibagi dan dirasakan oleh semua orang. Tidak ada kreteria khusus sebagai syarat sah atau berhak mendapat daging qurban, akan tetapi semakin membutuhkan tentu semakin bermanfaat.
Namun bagi yang berqurban karena nadzar, semua daging qurban harus diberikan kepada fakir miskin. Jika ia dan atau orang yang dinafkahinya ikut makan, maka wajib baginya untuk menggantinya sesuai dengan yang dimakannya.
Menjual daging qurban sebelum dibagikan hukumnya adalah haram. Adapun jika daging sudah dibagi dan diterima, maka si fakir boleh menjualnya. Begitu juga kulitnya, tidak diperkenankan untuk dijual atau dijadikan upah bagi yang menyembelih, akan tetapi bagi tukang sembelih boleh menerima kulit serta daging qurban sebagai bagian haknya, akan tetapi tidak boleh daging dan kulit tersebut dijadikan upah. */Yahya G. Nasrullah
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

Selasa, 02 Agustus 2016

Peraturan Dirjen Bimas Islam Tentang Speaker Masjid

Dirjen Pembinaan Masyarakat Islam Kementerian Agama sudah mengeluarkan aturan untuk
 penggunaan speaker, toa atau pengeras suara sejak tahun 1978. 
Dalam aturan tersebut, Dirjen Bimas Islam Kemenag meminta agar penggunaan
pengeras suara tidak dilakukan secara sembarangan. Jangan sampai penggunaan 
pengeras suara asal-asalan malah membuat bising.
1. Perawatan penggunaan pengeras suara yang oleh orang-orang yang terampil
 dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada 
suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau anggapan tidak 
teraturnya suatu masjid, langgar, atau musala
2. Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca 
Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak tidak 
cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan 
orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada 
menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.
3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu
meninggikan suara doa, dzikir, dan salat. Karena pelanggaran itu bukan 
menimbulkan simpati melainkan keheranan umat beragama sendiri 
tidak menaati ajaran agamanya.
4. Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam 
keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, 
sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian
 (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya.
Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih 
terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain 
berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya.
5. Dari tuntunan Nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus 
ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah
 tidak diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin
 tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu.
Tiap waktu salatpun telah diatur secara tersendiri termasuk berapa lama 
boleh menyalurkan suara melalui pengeras.
Untuk waktu Subuh, dibatasi 15 menit sebelumnya bisa menggunakan pengeras
suara untuk pembacaan ayat Alquran dan Adzan Subuh saja. 
Sedangkan sholat subuh, kuliah subuh dan lainnya menggunakan 
pengeras suara dalam.
Waktu Dhuhur maupun Salat Jumat diijinkan menggunakan Toa 5 menit 
jelang Dzuhur atau 15 menit jelang salat Jumat yang diisi dengan bacaan 
Al Quran maupun adzan. Sementara bacaan sholat dan khutbahnya tetap 
menggunakan suara ke dalam.
Untuk salat Ashar, Maghrib dan Isya sama-sama dibatasi 5 menit sebelum 
masuk waktu untuk membaca Al Quran maupun Adzan. Sedang 
sesudahnya menggunakan pengeras suara di dalam.
Aturan lainnya adalah penggunaan pengeras untuk Takbiran, Tarhim 
serta Ramadhan. Takbir bisa menggunakan pengeras suara keluar. 
Untuk Tarkhim doa dengan pengeras suara ke dalam dan Tarkhim dzikir 
tak menggunakan pengeras suara.
Pembacaan tadarus (baca Al Quran) baik siang ataupun malam tetap 
menggunakan suara di dalam masjid. Untuk pengajian hari besar Islam,
 tidak menggunakan pengeras suara keluar kecuali pengunjung meluber keluar.


Hal ini dituangkan dalam Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara 
di Masjid, Langgar dan Mushalla.

Selasa, 26 Juli 2016

PENGUKURAN ARAH KIBLAT DENGAN THEODOLIT (2)


PELAKSANAAN
1. Pasang theodolit pada penyangga (triport)
2. Periksa waterpass agar theodolit benar-benar datar
3. Berilah tanda atau titik pada tempat berdirinya theodolit
4. Bidiklah matahari dengan theodolit dan catat waktu saat pembidikan
  (AWAS:  SINAR MATAHARI SANGAT KUAT  YANG BISA MERUSAK MATA, PASANGLAH FILTER PADA LENSA SEBELUM MEMBIDIK MATAHARI)
5. Kuncilah theodolit (skrup Horizontal clamb dikencangkan) agar tidak bergerak
6. Tekan tombol “0 – set” atau “reset” agar angka di layar (HA = Horizontal Angle) menunjukkan 0 0 0
7. Hitung sudut/arah kiblat dan azimuth matahari dengan rumus yang telah ada
8. Buka kunci Horizontal Angle
9. Ukurlah sesuai dengan nilai Azimuth dengan mengikuti petunjuk arah berikut:
10. Gambar 1 dan 2 menunjukkan matahari disebelah Utara kota/tempat. Putar sesuai dengan nilai Azimuth, maka theodolit langsung mengarah ke titik Utara, kemudian tekan tombol R/L
11. Gambar 3 dan 4 menunjukkan matahari disebelah Selatan kota/tempat. Putar sesuai dengan nilai Azimuth, maka theodolit menghadap ke Selatan, kemudian putar theodolit 180 derjat agar theodolit menghadap ke Utara lalu tekan tombol R/L
12. Putarlah theodolit ke kiri (Barat) sesuai dengan besar sudut kiblat dan turunkan sasaran theodolit hingga menyentuh tanah kira-kira 5 m dari theodolit lalu berilah tanda titik pada sasaran tersebut
13. Putar theodolit 180 derjat kemudian lakukan pembidikan ke tanah dan beri juga tanda titik
14. Hubungkan kedua titik, itulah ARAH KIBLAT untuk tempat yang bersangkutan

PENGUKURAN ARAH KIBLAT DENGAN THEODOLIT (1)

I. Persiapan
Pengukuran arah kiblat untuk suatu tempat atau kota dengan thedolit dan ata astronomis "Ephemeris Hisab Rukyat", maka yang dilakukan terlebih dahulu ialah:

  1. Menentukan kota/tempat yang akan diukur arah kiblatnya.
  2. Menyiapkan data Lintang Tempat dan Bujur Tempat.
  3. Melakukan perhitungan arah kiblat atau sudut kiblat (SK) untuk tempat yang bersangkutan. Data arah kiblat hendaklah diukur dari titik Utara ke Barat (U-B)
  4. Menyiapkan data astronomis "Ephemeris Hisab Rukyat" pada hari atau tanggal pengukuran.
  5. Membawa jam penunjuk waktu yang akurat.
  6. Menyiapkan Theodolit.

SMP 6 Membangun Masjid di komplek sekolah



Senin, 25 Juli 2016 bertempat di Komplek SMP 6 Padang Panjang Kel. Ngalau Kec. Padang Panjang Timur Tim Hisab Rukyat Kantor Kementerian Agama Kota Padang Panjang bersama Ir. Nal Kasubbag Sarana Prasarana Dinas Pendidikan Kota Padang Panjang melakukan pengukuran arah kiblat menggunakan alat theodholit

Rabu, 13 Juli 2016

Jumat tanggal 15 Juli 2016 pukul 16.27 WIB saatnya membetulkan arah kiblat

Ingin Perbaiki Arah Kiblat, Nantikan Rashdul Kiblat Tanggal 15 Juli 2016


                                                                                                                      Berdasarkan data astronomi, bahwa hari Jumat tanggal 15 Juli 2016 pukul 16.27WIB atau pukul 17.27 WITA, matahari melintas tepat di atas Ka’bah, sehingga bayang-bayang suatu benda yang berdiri tegak lurus di mana saja akan mengarah ke Ka’bah.
Sehubungan dengan itu, Kementerian Agama menghimbau kepada kaum muslimin di seluruh Indonesia yang akan memperbaiki arah KIBLAT nya agar disesuaikan dengan arah bayang-bayang benda tersebut di atas.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syarian Ahmad Tambrin mengatakan, berdasarkan tinjauan astronomis/falak, terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meluruskan arah kiblat di antaranya menggunakan kompas, theodolit, serta fenomena posisi matahari melintas tepat di atas Ka’bah yang dikenal dengan istilah Istiwa A’zam atau Rashdul Kiblat.
Untuk menggunakan teknik Rashdul Kiblat, Tambrin menyampaikan ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan yaitu; Pertama, pastikan benda yang menjadi patokan harus benar-benar berdiri tegak lurus atau pergunakan Lot/Bandul; Kedua, Permukaan dasar harus betul-betul datar dan rata; dan Ketiga Jam pengukuran harus disesuaikan denganBMKGRRI dan Telkom. Dikutip dari web kemenag.go.id

Selasa, 21 Juni 2016

Deklarasikan Anti Narkoba dan Radikalisme


Jakarta, bimasislamUntuk pertama kalinyaDirektorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam membentuk Tim Cyber Anti Narkoba dan Radikalisme secara resmiPembentukan tim dan tekad penanggulangan bahaya Narkoba dan radikalisme ditandai pelepasan balon dan slayer Tim sebagai bentuk tekad gerakan nasionalKegiatan dilaksanakan di depan hotel MercureAncol, Jakarta (15/6) yang diikutioleh seluruh peserta Rakornas Tim, dipimpin oleh Direktur Penerangan Agama Islam, Kemenag RI, Muchtar Ali.

Dalam kesempatan tersebut Muchtar Ali membacakan deklarasi yang diikuti oleh seluruh peserta secara bersama dan bersemangat. Isi deklarasi tersebut adalah: BismillahirrahmanirrahimKami Tim Cyber Anti Narkoba dan Radikalisme Bimas Islam bertekad untuk menanggulangi bahaya Narkoba dan radikalisme untuk mewujudkan Indonesia yang sehatdamaimajudan sejahtera!

Hal menarik dari kegiatan tersebut adalah jumlah balon yang dilepaskan sebanyak 99 balon. Menurut ketua panitia, Alatief, jumlah tersebut merupakan simbol dariasmaul husna (nama-nama Allah yang muliasebagai spirit kerja Tim ke depan.

Pada kesempatan yang samaSekretaris Ditjen BimasMuhammadiyah Aminmenekankan agar Tim benar-benar bekerja nyata dengan memaksimalkan counter narasi untuk edukasi tentang bahaya Narkoba dan radikalismeMenurutnyadi dunia maya saat ini begitu banyak informasi melalui ratusan ribu akun-akun media sosial yang bernuansa radikalSehinggadiharapkan Tim dapat memberikan warna dunia maya agar lebihramahbernuansa Islam rahmatan lil-alamin dan penuh dedikasi.

“Saya berharap Tim Cyber ini benar-benar bekerja dengan baik. Jangan hanya semangat di awal-awal tetapi loyo kemudian. Tantangan kita sangat berat, sekian ratus akun-akun radikal yang perlu dinetralkan dengan narasi-narasi positif. Demikian juga Tim juga harus bisa mengemas informasi yang mengedukasi tentang bahaya Narkoba,” jelasnya.

Kamis, 16 Juni 2016

PERDA SYARIAH BETULKAH DISKRIMINATIF DAN INTOLERANSI

Berita Republika online menyebutkan bahwa setidaknya sekitar 3.143 Peraturan Daerah (Perda) yang dianggap bermasalah dibatalkan oleh Pemerintah Pusat (disinyalir termasuk Perda yang bernuansa syariah spt pakaian muslim, syarat pandai mengaji, pemberantasan PEKAT dll). Perda tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi dan mengandung diskriminasi dan intolerasi. Lebih lanjut dijelaskan Pengamat Hukum Tata Negara dari Sinergi Masyarakat Indonesia untuk Demokrasi (SIGMA), Iman Nasef menilai, banyaknya Perda yang dibatalkan justru menunjukan kegagalan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dalam melaksanakan fungsi executive preview.

Menurut Imam, dalam UU Pemda, Mendagri diberikan kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap rancangan perda. Terutama, perda-perda yang terkait dengan fiskal daerah, seperti Raperda APBD, pajak, retribusi, dan yang mengatur soal tata ruang. 

''Kemudian yang menjadi pertanyaan, kalau dari sejumlah Perda itu sekarang dinyatakan bertentangan dengan ketentuan lebih tinggi, lantas mengapa dahulu saat dilakukan evaluasi, ketika masih dalam bentuk rancangan, perda-perda itu diloloskan?'' kata Imam di Jakarta, Rabu (15/6).

Pemerintah Pusat memang telah memutuskan membatalkan perda yang dianggap bermasalah. Rata-rata Perda tersebut fokus pada aturan pajak, retribusi, dan aturan lain yang melemahkan daya saing dan memperumit birokrasi bisnis. 

Tidak hanya itu, berdasarkan catatan, jumlah perda yang saat ini dibatalkan pemerintah pusat merupakan rekor tertinggi sejak pemberlakukan otonomi daerah. Sebelumnya, dari tahun 2002 hingga 2009, sebanyak 2.246 perda dibatalkan. Kemudian pada 2010 hingga 2014, sebanyak 1.501 perda dibatalkan. Sementara pada November 2015 hingga Mei 2016, sebanyak 139 perda telah dibatalkan.

Imam menambahkan, sebenarnya kepala daerah dapat 'melawan' pembatalan perda yang dilakukan Kemendagri tersebut. Namun, 'perlawanan' itu harus seiring dengan hasil kajian, apakah pembatalan perda tersebut melanggar UU Pemda, yang mengatur alasan pembatalan Perda, yaitu apabila Perda bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi, bertentangan dengan kepentingan umum, dan bertentangan dengan kesusilaan.

''Para Kepala Daerah bisa melakukan 'perlawanan' melalui jalur yang konstitusional untuk men-challenge keputusan Mendagri tersebut. Jalur dimaksud bisa berupa mengajukan keberatan secara langsung kepada Mendagri atau dengan mengajukan gugatan hukum,'' ujar Imam.

Kamis, 09 Juni 2016

MUI: Darurat dalam Urusan Halal-Haram Bukan untuk Selamanya

Jakarta, bimasislam—Halal dan thayyib adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Halal menjadi prasyarat sesuatu boleh dimakan atau digunakan Muslim. Sedangkan thayyib menjadi ambang batas untuk bisa dikonsumsi. Dimana baik untuk dirinya dan tidak mengganggu bekerjanya akal. Demikian Salahudin Alayubi, Wakil Sekjen MUI mengawali paparannya pada Temu Wicara Halal di Jakarta , Kamis (2/6).   "Setiap produk yang menggunakan sentuhan teknologi adalah syubhat" sambung Salahudin. Ketika suatu bahan alami telah mengalami pengolahan maka memungkinkan tercemar dengan unsur haram. Oleh karena itu sertifikasi halal menjadi penting disini.   "Sertifikasi halal menjadi bagian dari proses jaminan produk halal bagi Muslim," sambung Salahudin. Dalam rangkaian proses sertifikasi halal, MUI memberikan fatwa halal terhadap produk yang sudah memenuhi ketentuan produk halal. Dalam hal ini fatwa MUI memberikan kejelasan terhadap status kehalalan suatu produk. "Fatwa menjadi acuan bagi masyarakat untuk bisa mengonsumsi atau menggunakan sesuatu," tambah lelaki yang ahli dibidang syariah ini.   Menanggapi pertanyaan peserta tentang obat yang  mengandung unsur haram yang dikonsumsi Muslim, Salahudin menyampaikan boleh dikonsumsi asalkan kondisinya darurat. Darurat disini diartikan kondisi seseorang terancam nyawanya atau bertambah parah sakitnya apabila ia tidak mengosumsi obat tersebut. "Namun darurat itu bukan untuk  selamanya" tegas Salahudin.   Dalam hal ini setiap Muslim harus mampu membedakan mana kondisi darurat dan mana yang bukan. "Jangan sampai seseorang menggampangkan kondisi darurat dimaksud" tutup Salahudin.   (lady/bimasislam) - See more at: http://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/mui-darurat-dalam-urusan-halal-haram-bukan-untuk-selamanya#sthash.jEpCRMjy.dpuf

Selasa, 07 Juni 2016

SEBAIKNYA KITA TAHU! Sejarah Diwajibkannya Syariat Puasa Ramadhan


Bagaimanakah kisahnya? Simak segeraa….
Awal turunnya kewajiban shaum Ramadhan adalah pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriyah, atas dasar ini para ulama berijma’ bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menunaikan ibadah shaum Ramadhan selama hidupnya sebanyak sembilan kali. ([1])
Ibnul Qayyim mengatakan dalam Zadul Ma’ad, bahwa difardhukannya shaum Ramadhan melalui tiga tahapan :
1.      Kewajibnya yang bersifat takhyir (pilihan).
2.      Kewajiban  secara Qath’i (mutlak), akan tetapi jika seorang yang shaum  kemudian tertidur sebelum berbuka maka diharamkan baginya makan dan minum sampai hari berikutnya.
3.      Tahapan terakhir, yaitu yang berlangsung sekarang dan berlaku sampai hari kiamat sebagai nasikh (penghapus) hukum sebelumnya.([2])
Tahapan awal berdasarkan firman Allah I :
(وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ( البقرة: ١٨٤
Artinya :
” Dan wajib bagi orang yang berat untuk menjalankan ash-shaum maka membayar fidyah yaitu dengan cara memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya. Barang siapa yang dengan kerelaan memberi makan lebih dari itu maka itulah yang lebih baik baginya dan jika kalian melakukan  shaum maka hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahuinya.”  [Surat Al-Baqarah 184]
Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir :
“Adapun orang yang sehat dan mukim (tidak musafir-pen) serta mampu menjalankan ash-shaum diberikan pilihan antara menunaikan ash-shaum atau membayar fidyah. Jika mau maka dia bershaum dan bila tidak maka dia membayar fidyah yaitu dengan memberi makan setiap hari kepada satu orang miskin. Kalau dia memberi lebih dari satu orang maka ini adalah lebih baik baginya.”([3])
Ibnu ‘Umar [L] ketika membaca ayat ini فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ  mengatakan : “bahwa ayat ini mansukh (dihapus hukumnya-pen)”.([4])
Dan atsar dari Salamah ibnu Al-Akwa’ tatkala turunnya ayat ini berkata :
“Barangsiapa hendak bershaum maka silakan bershaum dan jika tidak maka silakan berbuka dengan membayar fidyah. Kemudian  turunlah  ayat  yang berikutnya yang memansukhkan (menghapuskan) hukum tersebut di atas.” ([5])
Secara dhahir, ayat ini وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ  mansukh (dihapus) hukumnya dengan ayat  فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ sebagaimana pendapat jumhur ulama ([6]).
Tetapi dalam sebuah atsar Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata :
“Ayat ini bukanlah mansukh melainkan rukhshoh (keringanan) bagi orang tua (laki-laki maupun perempuan) yang lemah supaya memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya.” ([7])
Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir :
“Kesimpulan bahwa mansukhnya ayat ini وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ adalah benar yaitu khusus bagi orang yang sehat lagi mukim dengan diwajibkannya ash-shaum atasnya. Berdasarkan firman Allah فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْه Adapun orang tua yang lemah dan tidak mampu bershaum maka wajib baginya untuk berifthor (berbuka) dan tidak ada qadha` baginya”.([8])
Dan inilah tahapan kedua. Tetapi jika seseorang bershaum kemudian tertidur di malam harinya sebelum berbuka maka diharamkan baginya makan, minum dan jima’ sampai hari berikutnya.
Tahapan ini kemudian mansukh (dihapuskan) hukumnya berlandaskan hadits Al Barra’ t:
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ  rإِذَا كَانَ الرَّجُلُ صَائِمًا فَحَضَرَ اْلإِفْطَارُ فَنَامَ قَبْلَ أَنْ يُفْطِرَ لَمْ يَأْكُلْ لَيْلَتَهُ وَلاَ يَوْمَهُ حَتَّى يُمْسِيَ وَإِنَّ قَيْسَ بْنَ صِرْمَةَ الأَنْصَارِي كَانَ صَائِمًا فَلَمَّا حَضَرَ اْلإِفْطَارُ أَتَى اِمْرَأَتَه فَقَالَ لَهَا : أَعِنْدَكِ طَعَامٌ ؟ قَالَتْ : لاَ لكِنْ أَنْطَلِقُ فَأَطْلُبُ لَكَ – وَكَانَ يَوْمَهُ يَعْمَلُ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ- فَجَاءَتْ اِمْرَأَتُهُ فَلَمَّا رَأَتْهُ قَالَتْ : خَيْبَةً لَكَ !  فَلَمَّا اِنْتَصَفَ النَّهَارُ غُشِيَ عَلَيْهِ فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِي  rفَنَزَلَتْ هَذِهِ اْلأَيَةُ :  )أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ( فَفَرِحُوا بِهَا فَرْحًا شَدِيْدًا فَنَزَلَتْ )وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ( [رواه البخاري  وأبو داود]
Artinya :
“Dahulu Shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam  jika salah seorang di antara mereka shaum kemudian tertidur sebelum dia berifthar (berbuka) maka dia tidak boleh makan dan minum di malam itu dan juga siang harinya sampai datang waktu berbuka lagi. Dan (salah seorang shahabat yaitu), Qois bin Shirmah Al Anshory dalam keadaan shaum, tatkala tiba waktu berbuka, datang kepada istrinya dan berkata : apakah kamu punya makanan ? Istrinya menjawab : “Tidak, tapi akan kucarikan untukmu (makanan).” – dan Qois pada siang harinya bekerja berat sehingga tertidur (karena kepayahan)-  Ketika istrinya datang dan melihatnya (tertidur) ia berkata : ” Rugilah Engkau (yakni tidak bisa makan dan minum dikarenakan tidur sebelum berbuka- pen) !” Maka ia pingsan di tengah harinya. Dan ketika dikabarkan tentang kejadian tersebut kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, maka turunlah ayat :
)أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ(
“Telah dihalalkan bagi kalian pada malam hari bulan shaum (Ramadhan) untuk berjima’ (menggauli) istri-istri kalian.”
dan para shahabat pun berbahagia sampai turunnya ayat yang berikutnya yaitu :
)وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ(
“Dan makan serta minumlah sampai jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.”
[HR. Al-Bukhari dan Abu Dawud] ([9])

[1] Lihat Kitab Taudhiihul Ahkam, Kitabush shiyam Jilid 3 hal 123 (secara makna).
[2] Lihat Zadul ma’ad kitabus shiyam jilid 2 hal.20
[3] Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, hal. 180 (Surat Al-Baqarah ayat 184)
[4] Al-Bukhari Kitabut Tafsiir hadits no.4506.
[5] Al-Bukhari Kitabut Tafsir hadits no.4507Muslim Kitabush Shiyamhadist no. 149 – [ 1145 ] dan Abu Dawud Kitabush Shiyam, bab 2, hadistno.2312
[6] Lihat Syarh Shahih Muslim An-Nawawi : Kitabush Shiyam hadits no. 149 – [ 1145 ]
[7] Al-Bukhari Kitabut Tafsir hadits no. 4505
[8] Lihat Tafsir Ibnu Katsir (II/281) dalam menafsirkan QS Al-Baqarah : 183 -185.
Peny :  Sehingga dengan ini, ayat (…وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيْقُونَهُ فِدْيَةٌ) masih tetap berlaku hukumnya orang yang lanjut usia dan tidak mampu untuk bershaum, dengan cara membayar fidyah. Namun bagi orang yang muda belia yang muqim (tidak musafir) tetap wajib atasnya ash-shaum.
[9] Al-Bukhari Kitabush Shaum hadits no. 1915 dan Abu Dawud Kitabush Shiyaam, bab 1, hadits no. 2311.