Rabu, 05 Februari 2025

Poligami dalam Berbagai Perspektif: Tradisi, Hukum, dan Tantangan Modern



Padang Panjang_5/2/25, Poligami, khususnya dalam konteks pernikahan, selalu menjadi topik yang menarik dan kontroversial di berbagai masyarakat. Praktik ini memiliki sejarah panjang dalam banyak budaya dan agama, termasuk Islam, dan kini kembali menjadi perbincangan di Indonesia seiring adanya judicial review terhadap Undang-Undang Perkawinan. Artikel ini akan membahas poligami dari berbagai perspektif, termasuk tradisi, hukum, dan tantangan sosial di era modern.

1. Poligami dalam Perspektif Sejarah dan Budaya

Secara historis, poligami telah dipraktikkan di berbagai peradaban, dari Timur Tengah, Asia, hingga Afrika. Dalam banyak masyarakat tradisional, poligami sering dikaitkan dengan faktor sosial dan ekonomi, seperti menjaga keseimbangan populasi, memperkuat aliansi antar-keluarga, serta memastikan keturunan dan warisan.

Di beberapa komunitas adat di Indonesia, poligami masih ditemukan, meskipun dengan berbagai batasan dan aturan adat yang ketat. Suku-suku seperti Baduy Dalam dan beberapa kelompok di Nusa Tenggara masih mempraktikkan bentuk poligami tertentu yang terikat oleh norma sosial yang kuat.

2. Poligami dalam Perspektif Hukum di Indonesia

Di Indonesia, poligami diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 3 ayat (1) menegaskan bahwa asas perkawinan di Indonesia adalah monogami, tetapi ayat (2) membuka kemungkinan poligami dengan syarat-syarat tertentu.

Syarat poligami diatur dalam Pasal 4 dan 5 UU Perkawinan, yang menyatakan bahwa seorang suami dapat beristri lebih dari satu jika memenuhi tiga kondisi:

  1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri
  2. Istri menderita cacat atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
  3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan

Selain itu, poligami harus mendapatkan persetujuan dari istri pertama, memiliki jaminan keuangan, dan memperoleh izin dari pengadilan. Aturan ini bertujuan untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak dalam rumah tangga.

Namun, judicial review yang diajukan atas UU Perkawinan baru-baru ini memunculkan diskusi tentang kemungkinan perubahan atau penyesuaian aturan mengenai poligami, baik dalam hal pembatasan maupun kelonggaran hukum.

3. Poligami dalam Perspektif Agama

Dalam Islam, poligami diperbolehkan dengan batasan ketat. Surah An-Nisa ayat 3 menyatakan bahwa seorang laki-laki boleh menikahi hingga empat istri, tetapi dengan syarat harus mampu berlaku adil. Jika tidak bisa berbuat adil, maka dianjurkan untuk tetap beristri satu.

Konsep keadilan dalam Islam ini sering menjadi perdebatan. Banyak ulama menafsirkan bahwa adil bukan hanya dalam aspek materi, tetapi juga dalam perhatian, kasih sayang, dan hak-hak istri. Oleh karena itu, dalam praktiknya, poligami bukan sekadar hak, tetapi juga tanggung jawab besar yang tidak mudah dipenuhi oleh semua orang.

Di agama lain, poligami memiliki pendekatan yang berbeda. Kristen, Hindu, dan Buddha umumnya menganut sistem monogami, meskipun dalam sejarah beberapa komunitas Kristen dan Hindu di masa lalu pernah mengenal praktik poligami.

4. Tantangan Poligami di Era Modern

Di zaman modern, poligami menghadapi tantangan sosial yang besar. Beberapa faktor yang membuat praktik ini semakin sulit diterima antara lain:

  • Kesetaraan Gender: Poligami sering dianggap merugikan perempuan, terutama dalam aspek hak-hak ekonomi dan psikologis.
  • Stabilitas Keluarga: Banyak kasus poligami yang berujung pada konflik rumah tangga, terutama jika tidak ada transparansi dan kesepakatan yang jelas.
  • Pandangan Hukum Internasional: Banyak negara telah melarang poligami dengan alasan hak asasi manusia dan perlindungan perempuan.

Di Indonesia sendiri, meskipun hukum masih mengizinkan poligami, praktik ini tetap mendapatkan sorotan tajam, baik dari aktivis perempuan, akademisi, maupun masyarakat umum.

Kesimpulan

Poligami adalah fenomena yang kompleks dengan latar belakang sejarah, budaya, hukum, dan agama yang beragam. Meskipun masih diperbolehkan dalam hukum Islam dan UU Perkawinan di Indonesia, praktik ini semakin menghadapi tantangan besar di era modern. Judicial review atas UU Perkawinan dapat menjadi momentum untuk mendiskusikan kembali relevansi dan implementasi aturan poligami, baik dalam hal perlindungan perempuan maupun kesejahteraan keluarga secara keseluruhan.

Perdebatan mengenai poligami akan terus berkembang seiring dengan perubahan sosial dan hukum di Indonesia. Yang terpenting, setiap kebijakan yang diambil harus mempertimbangkan kesejahteraan semua pihak yang terlibat, terutama perempuan dan anak-anak dalam institusi pernikahan. UWaS

Tidak ada komentar: