Kamis, 03 April 2025

KHUTBAH JUM'AT: PASCA IDUL FITRI UJIAN SESUNGGUHNYA BARU SAJA DIMULAI

 KHUTBAH PERTAMA


إنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.

اللهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلًا نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنࣖ ۝٩٩ (اَلْحِجْرُ) 


Alhamdulillâhi Rabbil ‘Âlamin, Segala puji bagi Allah, yang telah memberikan kita kesempatan untuk menunaikan ibadah Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan. Shalawat serta salam kita haturkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wasallam, keluarga, sahabat, serta seluruh umatnya yang senantiasa mengikuti petunjuknya hingga hari kiamat.


Bertakwalah kepada Allah, sebagaimana kita taat kepada-Nya saat menjalani ibadah shaum Ramadhan. Takut melanggar larangan-Nya meski kita sendirian dan tak ada yang melihatnya. Bertakwalah kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ dengan sebenar-benarnya takwa sebagaimana firman-Nya:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ


“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Âli Imrân [3]: 102)


Idul Fitri selalu menjadi momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan, hari kemenangan ini dirayakan dengan sukacita, silaturahmi, dan kebersamaan. Namun, di balik kebahagiaan Idul Fitri, terdapat sebuah perenungan mendalam yang seharusnya menjadi perhatian kita: apakah kita mampu mempertahankan nilai-nilai kebaikan yang telah kita bangun selama Ramadan?

Ramadan: Madrasah Kehidupan

Ramadan sering disebut sebagai "madrasah" atau sekolah kehidupan. Selama sebulan penuh, kita dilatih untuk menahan diri, menumbuhkan kesabaran, meningkatkan ketakwaan, dan memperbanyak ibadah. Kita belajar bagaimana menghadapi godaan, mengendalikan hawa nafsu, serta mempererat hubungan dengan Allah dan sesama manusia. Namun, ujian sesungguhnya bukanlah ketika kita berpuasa, melainkan setelah Ramadan berlalu. Apakah kita tetap menjaga ibadah kita? Apakah kita masih ringan tangan dalam bersedekah? Apakah kita masih menjaga lisan dari perkataan yang tidak baik?

Idul Fitri: Bukan Akhir, tapi Awal

Sering kali, banyak di antara kita yang tanpa sadar menganggap Idul Fitri sebagai garis akhir dari perjuangan spiritual di bulan Ramadan. Padahal, Idul Fitri seharusnya menjadi titik awal untuk menerapkan segala nilai yang telah kita pelajari selama sebulan penuh. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang dilakukan secara konsisten, meskipun sedikit." (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, tantangan terbesar bagi setiap Muslim setelah Idul Fitri adalah mempertahankan kebiasaan baik yang telah dibangun selama Ramadan. Puasa sunah, shalat malam, tilawah Al-Qur’an, serta kepedulian sosial yang kita lakukan selama Ramadan tidak seharusnya berhenti hanya karena bulan suci telah berakhir.

Ujian Sesungguhnya Baru Dimulai

Setelah Ramadan, kita akan kembali dihadapkan pada rutinitas duniawi yang sering kali melalaikan kita dari ibadah dan nilai-nilai kebaikan. Godaan untuk kembali kepada kebiasaan lama, seperti lalai dalam shalat, menunda-nunda kebaikan, atau kurang peduli terhadap sesama, menjadi tantangan nyata yang harus kita hadapi.

Ujian terbesar setelah Idul Fitri adalah bagaimana kita bisa tetap istiqamah dalam menjalankan ketaatan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

"Maka tetaplah istiqamah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas." (QS. Hud: 112)

Menjaga konsistensi dalam kebaikan bukanlah perkara mudah, tetapi bukan pula sesuatu yang mustahil. Kita dapat memulainya dengan langkah-langkah kecil, seperti tetap menjaga shalat lima waktu tepat waktu, memperbanyak dzikir, serta melanjutkan kebiasaan berbagi kepada sesama.

Kesimpulan

Idul Fitri bukanlah akhir dari perjalanan spiritual kita, melainkan awal dari ujian sesungguhnya: apakah kita mampu mempertahankan nilai-nilai Ramadan dalam kehidupan sehari-hari? Kemenangan sejati bukan hanya merayakan Idul Fitri dengan suka cita, tetapi juga dengan menjaga kesucian hati, memperbaiki diri, dan tetap istiqamah dalam kebaikan. Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu mempertahankan amalan baik kita setelah Ramadan, sehingga Idul Fitri benar-benar menjadi hari kemenangan yang hakiki.

Taqabbalallahu minna wa minkum, mohon maaf lahir dan batin.

Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan memberikan kita keistiqamahan dalam kebaikan. Aamiin. []


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


KHUTBAH KEDUA


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءَ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


UWaS

Janji Setia



 Sejak ijab kabul diucapkan,

Hari-hari diabaikan sudah mulai ku alami...

Sampai detik ini...

Aku tak akan lupa...

Dan esok, akan aku pertanyakan di hadapan-Nya......


Senantiasa kusampaikan kepada Tuhanku..

Begitu besarkah dosaku..

Sehingga harus dihapuskan dengan cara menjalani kehidupan dengan kesedihan karena diabaikan, sejak aku kecil, sehingga dinikahi oleh seseorang yang kupikir akan menyayangiku, dan menjagaku sebagai amanah dari-Mu., tapi ternyata membiarkanku dengan kesepian hidupku?


Sampai saat ini masih kupanjatkan do'a pada Tuhanku..

Sebelum aku mati, izinkanlah aku bisa hidup dengan orang yang benar-benar menyayangiku, bukan hanya ucapan sebatas lisan, dan hanya agar terlihat baik bagi orang lain...

Izinkan aku bertemu dengan orang yang benar-benar menjadi belahan jiwaku, yang menjadikan diriku, prioritas baginya, yang menjadikan kebahagiaanku adalah kebahagiaan bagi hidupnya.......

Pertemukan aku dengan orang yang senang dan bahagia mempesamai detik-detik kehidupan bersamaku, walaupun hanya berbincang-bincang ringan di dapur, bersenda gurau di kebun,  menikmati kebersamaan dalam membesarkan anak-anak..


Jauhkan aku dari orang yang hanya mendekatiku ketika ada kebutuhan hidupnya yang aku harus mengerjakannya..

Jauhkan aku dari orang yang mendekatiku hanya untuk menyalurkan hasrat seksualnya......

Jauhkan aku dari orang yang selalu merasa sudah melakukan yang terbaik dan maksimal dalam hidupnya untukku...

Dan tak mau berbuat yang lebih lagi.....

Rabu, 02 April 2025

Refleksi Diri Idul Fitri 1446 H: Ujian Sesungguhnya Baru Dimulai

 



Refleksi Diri Idul Fitri 1446 H: Ujian Sesungguhnya Baru Dimulai

Idul Fitri telah tiba, menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Selama sebulan penuh, kita telah berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kualitas ibadah—menjaga shalat berjamaah, memperbanyak tilawah Al-Qur'an, menegakkan shalat malam, serta giat berdakwah. Namun, setelah gema takbir berkumandang dan kebahagiaan Idul Fitri dirayakan, ujian yang sesungguhnya baru saja dimulai: ujian istiqamah.

Betapa sering kita merasakan bahwa semangat ibadah yang begitu kuat selama Ramadhan mulai menurun satu per satu. Shalat berjamaah yang dulunya terasa ringan, kini mulai tergantikan dengan kesibukan berlebaran dan bersilaturahim. Tilawah Al-Qur’an yang setiap hari menemani waktu-waktu kita, mulai terabaikan. Shalat malam yang terasa nikmat selama Ramadhan, kini terasa berat dilakukan. Bahkan semangat berbagi, kajian ilmu dan dakwah pun perlahan mulai meredup, digantikan oleh euforia Idul Fitri dan aktivitas duniawi lainnya.

Namun, kita berharap bahwa semua kesibukan silaturahim yang kita jalani dalam perjalanan mudik berkilo-kilo & tradisi halal bi halal juga menjadi bagian dari amal yang diterima di sisi Allah SWT. Semoga setiap kunjungan, setiap jabat tangan, dan setiap senyum yang kita berikan kepada sesama menjadi ladang pahala yang membalas kekurangan kita dalam ibadah lainnya. Sebab silaturahim adalah ibadah yang juga memiliki keutamaan besar dalam Islam.

Kini, tantangan bagi kita adalah bagaimana mempertahankan semangat ibadah pasca-Ramadhan. Kita memohon kepada Allah SWT agar diberikan kekuatan untuk tetap taat, bersyukur, dan sabar dalam menghadapi godaan serta kesibukan dunia yang seringkali membuat kita lalai. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita agar tetap istiqamah dalam kebaikan, tidak hanya saat Ramadhan, tetapi sepanjang hidup kita. Karena sesungguhnya, perjuangan menuju ridha dan surga Allah SWT tidak berhenti di akhir Ramadhan, melainkan terus berlangsung hingga akhir hayat.

Taqabbalallahu minna wa minkum. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang terus berjuang di jalan Allah, menjaga keimanan dan keistiqamahan hingga akhir hayat. Aamiin.

UWaS

Selasa, 01 April 2025

FILOSOFI QUR'ANI DARI BOLA KAKI

 


Filosofi Qur'ani dari sepak bola dapat ditemukan dalam nilai-nilai yang terkandung dalam permainan ini, yang selaras dengan prinsip-prinsip Islam. Berikut adalah beberapa pelajaran Qur'ani yang bisa diambil dari sepak bola:

1. Kerja Sama dan Ukhuwah (Persaudaraan)

  • Sepak bola adalah permainan tim yang membutuhkan kerja sama dan koordinasi. Dalam Islam, ukhuwah (persaudaraan) sangat ditekankan.

  • Al-Qur'an berkata:
    "Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai..." (QS. Ali 'Imran: 103)

  • Seperti tim sepak bola yang harus bersatu untuk mencapai tujuan, umat Islam juga harus bersatu dalam kebaikan.

2. Strategi dan Perencanaan (Tadbir dan Ihsan)

  • Dalam sepak bola, setiap tim memiliki strategi untuk menang. Demikian pula dalam kehidupan, Islam mengajarkan perencanaan yang matang.

  • Al-Qur'an berkata:
    "Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok..." (QS. Al-Hasyr: 18)

  • Sebuah tim yang sukses adalah yang memiliki visi jangka panjang, sebagaimana Muslim diajarkan untuk selalu berpikir ke depan.

3. Kedisiplinan dan Konsistensi (Istiqamah)

  • Pemain harus disiplin dalam latihan dan mengikuti aturan permainan. Islam pun mengajarkan istiqamah (konsistensi) dalam ibadah dan kehidupan.

  • Al-Qur'an berkata:
    "Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu..." (QS. Hud: 112)

  • Kemenangan dalam sepak bola tidak datang dari satu pertandingan saja, melainkan dari konsistensi dalam latihan dan strategi.

4. Keadilan dan Sportivitas (Adil dan Amanah)

  • Wasit dalam sepak bola bertugas menegakkan aturan agar permainan berjalan adil. Dalam Islam, keadilan adalah prinsip utama.

  • Al-Qur'an berkata:
    "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan..." (QS. An-Nahl: 90)

  • Sportivitas dalam sepak bola mencerminkan nilai-nilai Islam dalam berinteraksi dengan sesama manusia.

5. Kesabaran dalam Menghadapi Kekalahan (Sabar dan Syukur)

  • Tidak setiap pertandingan bisa dimenangkan. Dalam Islam, sabar saat kalah dan syukur saat menang adalah prinsip utama kehidupan.

  • Al-Qur'an berkata:
    "Dan sungguh, Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155)

  • Pemain yang hebat bukan hanya yang menang, tetapi yang tetap rendah hati dan bersyukur dalam segala keadaan.

Kesimpulan

Sepak bola bukan sekadar permainan, tetapi juga mencerminkan filosofi Qur'ani tentang kerja sama, strategi, disiplin, keadilan, dan kesabaran. Jika dimainkan dengan niat yang baik, sepak bola bisa menjadi sarana untuk belajar dan menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan.

Bagaimana menurutmu? Apakah ada aspek lain dari sepak bola yang bisa dikaitkan dengan nilai Qur'ani?

UWaS