Rabu, 12 Januari 2022

PERJALANAN SPRITUAL SANG DRIVER


 Perjalanan Spritual Sang Driver

Pagi yang cerah penuh berkah bertemu dengan saudara kita sesama muslim di salah satu warung kopi, biasa orang2 memanggilnya Bungsu (bukan nama asli). 


Bapak ini berprofesi sebagai driver bus antar kota antar provinsi, awalnya duduk sendirian sambil menikmati teh talua khas racikan Pak Datuak pemilik warung. 


Penyuluh Agama Islam Disman menyapanya:

"Baa kaba bungsu, barangkek kini...?

"Ndak Gaek, ambiak absen sajo", demikian Pak Bungsu menjawab.


Rupanya Pak Disman sudah kenal baik, tak tahu juga kenapa Pak Disman dipanggil gaek, mungkin ada hubungan kekerabatan atau apa. Yang jelas sosok penyuluh ini kenal banyak dengan driver, kadang ia dipanggil dengan sebutan angku atau pak Malin. Para driver segan & menaruh hormat kepadanya. Driver & asisten driver sudah menjadi kelompok sasaran binaannya selaku penyuluh.


Di setiap kesempatan, Pak Disman selalu menyampaikan pesan2 agama dalam bahasa pergaulan "urang lapau", di situlah keluar cerita perjalanan spritual Pak Bungsu.


Dulu hidupnya penuh glamor, jauh dari nilai-nilai agama tak jarang ia melakukan larangan2 agama, apalagi profesi driver yang ia lakoni sangat dekat dengan ruang & waktu berbuat yang tidak baik.


Namun ada satu amalan yang selalu ia jaga yaitu suka bersedekah. Setiap melihat orang susah, otomatis hatinya langsung tergerak untuk membantu tak peduli saat itu punya uang atau tidak. Apakah pengemis atau  siapa saja yang tampak & terasa olehnya orang ini butuh pertolongan.


Diapun bertanya kepada dirinya, "Selama ini banyak sudah dosa kesalahan yang diperbuat, tapi kenapa Allah begitu sayang kepadanya". Setiap perjalanannya sebagai driver seperti selalu dilindungi & dijaga sehingga ia selalu selamat dari berbagai musibah kecelakaan & gangguan dalam perjalanan.


Begitu juga saat wabah corona19, pernah 3 bulan tidak bekerja tapi ada-ada saja orang, sahabat & kerabat yang membantu. Ia beserta keluarga masih bisa makan & anak2 masih bisa sekolah.


Demikian juga, dengan anak2nya tumbuh menjadi anak yang baik, rajin sholat, mengaji dan banyak hafal ayat-ayat Al-Qur'an. Seperti tidak pantas & tidak layak, ia menerimanya apabila dibanding dengan perangainya. 


Hal inilah yang membuat ia tersadar bahwa Allah sangat sayang kepadanya, masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri walaupun telah berulang kali kesempatan untuk taubat, insyaf ia lewatkan begitu saja.


Sekarang ia sudah bisa menjaga sholat Fardhu, dalam perjalanan terkadang ia jama' & qashar. Walaupun ia akui ia hanya hafal alfatihah &  qul a'uuzu birabbinnas, itu saja yang ia ulang-ulangi setiap rakaat.


"Allah Maha Pengampun Allah Maha Pengasih Allah Maha Penyayang", begitu keluar spontan dari bibirnya.


Ia berharap kawan2nya bisa pula taubat & insyaf kembali kepada jalan hidayah & kethaatan. Ia belajar juga berdakwah menyeru kawan2nya untuk thaat kepada Allah dan meninggalkan dosa dan kemaksiatan, karena ia sadar dakwah itu adalah kewajiban bagi setiap orang, tidak harus menunggu banyak ilmu dulu atau banyak amal & walaupun ia hanya bisa alfatihah & satu surat pendek.


"Apo tarasoko bungsu..?, tanya Pak Disman melihat Pak Bungsu mengeluarkan setumpuk obat dari Rumah Sakit.


"Gulo ambo tinggi gaek", sambil Pak Bungsu mengeluarkan secarik kertas hasil labor RS. "Alhamdulillah kini alah ampia normal", lanjut Pak Bungsu.


Pak Disman sampaikan beberapa resep obat tradisional untuk penyakit gulo kariang & gulo basah. Pak Bungsu mencatatnya di balik kertas rokok.


"Cubolah...!!! 

Mudahan basobok panyakik jo ubeknyo & harus yakin Allah yang Maha Menyembuhkan..!!", kata Pak Disman mengakhiri percakapan.


Semoga kisah ini bisa diambil hikmah dan pelajarannya untuk kita semua. Aamiiin ya Rabbal'alamiiin 


Wallahu A'lam 

Ngalau, (10/1)

#peyuluhagamaislambergerak

Tidak ada komentar: