Minggu, 05 Oktober 2025

“Dari Muaro Manggung untuk Tanah Air”


“Dari Muaro Manggung untuk Tanah Air”

Oleh: Wahyu Salim

Di kampungku, Muaro Manggung, dulu pernah berdiri sebuah markas kebanggaan: Batalion 133 Yudha Sakti. Letaknya tak jauh dari kebun salak milik nenek. Bahkan, pagar kebun nenek berbatasan langsung dengan area latihan mereka. Setiap kali aku ikut nenek ke kebun, dari balik semak dan pohon salak, aku sering melihat para prajurit itu berlatih. Ada yang berbaris rapi, ada yang menembak sasaran, dan tak jarang pula mereka membantu masyarakat sekitar dalam kegiatan gotong royong.

Suasana waktu itu terasa sangat hidup. Tentara dan rakyat seperti tak berjarak — benar-benar “Manunggal Bersama Rakyat.” Mereka bukan hanya penjaga negara, tapi juga sahabat warga. Melihat mereka yang gagah, disiplin, dan selalu siap sedia untuk bangsa, menumbuhkan rasa kagum yang sulit kujelaskan. Sejak saat itu, aku bercita-cita ingin menjadi seorang tentara.

Dari bangku SD hingga SLTA, semangat itu tak pernah padam. Aku aktif di Pramuka — tempat di mana jiwa kedisiplinan dan cinta tanah air tumbuh subur. Berbagai peran telah aku jalani: dari komandan upacara, ajudan pembina, ketua regu, hingga mengikuti kegiatan pramuka tingkat nasional. Setiap kali mengenakan seragam cokelat itu, aku merasa sedang melanjutkan semangat para prajurit yang dulu kulihat di lapangan Batalion 133.

Aku paling suka momen Upacara HUT TNI — dulu masih disebut ABRI. Dari layar televisi di ruang tamu, aku terpaku menyaksikan barisan pasukan dari berbagai matra: darat, laut, dan udara. Atribut dan pangkat yang mereka kenakan, langkah tegap mereka, serta semangat juang yang terpancar membuat dadaku ikut bergetar bangga.

Namun takdir berkata lain — aku tidak menjadi anggota TNI. Meski begitu, cintaku kepada mereka tidak pernah luntur. Setiap peringatan HUT TNI, aku selalu merasa seolah ikut berdiri di barisan itu, memberi hormat dan doa terbaik bagi para penjaga negeri. Namun aku cukup berbangga dari kampung kecilku Muaro Manggung sekarang ini sudah ada yang menjadi tentara dan brimob.

Kini, Batalion 133 telah lama pindah markas. Lapangan tempat mereka dulu berlatih telah berubah wajah. Tapi kenangan tentang mereka tetap hidup di hatiku — menjadi bagian dari perjalanan batin tentang cinta pada tanah air dan semangat pengabdian.

Dirgahayu Tentara Nasional Indonesia ke-80!
Tetap Jaya, Prima, dan Kawal NKRI dengan sepenuh hati.
Karena dari kampung kecil seperti Muaro Manggung, rasa cinta itu tumbuh — dan tak akan pernah padam. 

Tidak ada komentar: