Sepuluh kakak beradik dan sepasang orang tua
Oleh: Faria
Rizqa
Mengurus sepasang orang tua yang
sudah renta bukanlah tugas yang mudah, bahkan bagi sepuluh anak sekalipun.
Meski jumlah anak banyak, tanggung jawab tersebut sering kali tidak terbagi
rata. Ada yang mengambil porsi lebih besar, ada pula yang hanya hadir sesekali.
Ketika usia mulai menua, orang tua
sering memerlukan perhatian lebih. Fisik yang lemah, penyakit yang datang silih
berganti, hingga kebutuhan emosional yang kian besar menjadi tantangan
tersendiri. Bagi anak-anak, ini menuntut kesabaran, pengorbanan waktu, dan
sering kali, pengeluaran yang tidak sedikit.
Namun, kenyataan menunjukkan bahwa
sepuluh anak tidak selalu menjadi jaminan bahwa semua kebutuhan orang tua akan
terpenuhi. Kesibukan pekerjaan, jarak tempat tinggal, atau bahkan perbedaan
pandangan sering menjadi penghalang. Tidak jarang muncul gesekan antar saudara,
saling menyalahkan, atau merasa tidak adil dalam pembagian tugas.
Di sisi lain, orang tua yang sudah
renta hanya ingin merasa dicintai dan dihargai oleh anak-anaknya. Mereka tidak
mengukur cinta dengan jumlah uang atau bantuan, tetapi dengan kehadiran dan
perhatian. Namun, rasa takut menjadi beban sering kali membuat mereka memendam
kebutuhan itu dalam diam.
Mengurus orang tua yang renta
bukan hanya soal kewajiban, tetapi juga tentang bagaimana membalas kasih sayang
yang telah mereka curahkan sepanjang hidup. Sepuluh anak, meskipun berbeda
karakter dan keadaan, perlu bersatu hati. Sebab, keberkahan ada di balik doa
tulus sepasang orang tua yang merasa dicintai hingga akhir usia mereka.
Tumbuh besar di tengah keluarga
besar dengan sepuluh kakak beradik dan sepasang orang tua yang hidup pas-pasan
adalah sebuah perjalanan penuh warna. Ada banyak suka, namun tidak sedikit pula
duka yang harus dihadapi bersama.
Hidup dalam keluarga besar berarti
rumah selalu ramai dengan tawa, canda, dan suara-suara kecil yang memenuhi
setiap sudut. Tak ada hari yang benar-benar sepi. Kebersamaan menjadi harta
yang paling berharga, meskipun sering kali ruang gerak terasa sempit. Meja
makan selalu penuh, meski makanannya sederhana. Sepiring nasi dan lauk sering
kali harus dibagi dengan adil, tapi dari situ anak-anak belajar tentang
pentingnya berbagi.
Namun, hidup pas-pasan bukan tanpa
tantangan. Orang tua bekerja keras siang dan malam demi memastikan semua anak
mendapatkan makanan dan pendidikan. Ada kalanya uang tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasar, apalagi keinginan. Baju lama diwariskan dari kakak ke adik,
begitu pula buku pelajaran dan sepatu sekolah. Tak jarang timbul rasa iri
melihat teman-teman yang hidup berkecukupan, namun hal itu perlahan tertutupi
oleh rasa syukur karena keluarga tetap utuh.
Dengan sepuluh saudara, konflik
kecil adalah hal biasa—mulai dari berebut mainan hingga saling menyalahkan.
Tapi, pertengkaran itu selalu berakhir dengan tawa, karena bagaimanapun, cinta
dalam keluarga selalu menang. Kakak-kakak sering menjadi pelindung, sementara
adik-adik membawa keceriaan. Dari mereka, semua belajar untuk saling mendukung,
saling melindungi, dan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh.
Saat mengingat masa lalu, semua
suka duka itu menjadi kenangan indah. Meski sulit, tumbuh besar dalam keluarga
besar mengajarkan arti kerja keras, kebersamaan, dan rasa syukur. Kini, saat
semua anak mulai dewasa, satu hal yang pasti—ikatan yang terjalin di masa sulit
itu tetap menjadi kekuatan yang mempersatukan. Orang tua, meski hidup
pas-pasan, telah memberikan warisan yang jauh lebih berharga daripada harta:
cinta tanpa syarat dan pelajaran hidup yang abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar